Hari berikutnya, ketika memulai kembali membuka stan Good Things, untuk kesekian kali tanggapan yang diterima adalah ramainya pengunjung pada hari ini. Sama seperti hari-hari berikutnya yang berjubelan penuh sesak.
Sebenarnya, jika boleh jujur, Isyana merasa janggal dengan ramainya stan sejak insiden kekacauan satu minggu yang lalu.
Seperti tidak wajar.
Namun, entahlah. Ia sendiri juga bingung. Di satu sisi, ia senang melihat stan berjubelan pelanggan, tetapi di sisi lain kata hatinya tidak membenarkan hal tersebut.
Akibat terlalu banyak melamun, Isyana jadi tidak sadar sedari tadi dirinya hanya duduk bergeming di bawah stand sambil menyandarkan tubuh pada tembok. Sementara teman-teman yang lain sibuk membantu Duta melayani pembeli. Pikiran gadis berkucir kuda itu berkelana jauh memikirkan stan yang tiba-tiba ramai oleh pengunjung.
Apa iya faktor penarik pembeli Good Things semata-mata lantaran desain interior yang telah dibuat lebih menarik?
Menurut Isyana, tidak hanya itu.
Lantas?
"Heh! Ngelamun mulu lo." Dari arah berlawanan, Inggita tiba-tiba menepuk bahunya lirih.
Isyana sontak terkesiap. Dengan cepat, gadis yang tak pernah absen mengikat rambut panjangnya menjadi satu bagian itu memutar pandangan ke arah datangnya suara. Alisnya refleks berkedut. Sedangkan sorot matanya tampak meminta penjelasaan. Inggita datang seraya terkekeh sambil mendaratkan tubuh persis di sebelah teman sebangkunya tersebut.
"Abis lo ngelamun mulu dari kemaren gue perhatiin. Ada masalah apa, sih?"
Menggeleng singkat, Isyana berusaha melenyapkan segala prasangka buruk dari pikirannya.
Inggita mencibir. "Ketauan banget lo kalo boong." Ia mengibaskan tangan di depan wajah teman sebangkunya sekaligus partner dalam Good Things. Kemudian, menggeser tubuh supaya lebih dekat. "Ada apa, sih? Lagi ada masalah, ya?" Ia tetap mengintrogasi. Tatapannya memicing, tampak menyelidik.
Setelah menimang-nimang sesaat, Isyana menggigit bibir bagian bawah. "Masalah Good Things."
Alis Inggita sontak bertaut. Tatapannya terlempar pada aktivitas Hana, Duta, dan Kelvien yang sibuk melayani antrian pembeli. "Aneh gimana maksud lo? Gue nggak ngerasa ganjil, Syan. Seneng banget malah karena stand kita rame pengunjung."
Hati kecil gadis berkucir kuda tersebut membenarkan. Ia senang sekali. Namun, kata hati kecil yang lain berteriak merasa ada yang janggal dan berusaha ditutupi terhadap semua keramaian pengunjung beberapa hari belakangan.
Setelah menoleh ke kanan-kiri memastikan aman dan tidak ada yang melihat, Isyana berbisik tepat di telinga Inggita. "Akhir-akhir ini, gue merasa Good Things ramenya nggak wajar."Inggita seketika menjauhkan diri dari Isyana. Tatapannya menyorot penuh rasa keingintahuan. Dengan dahi bergelombang dalam, gadis berambut pendek tersebut menyuarakan apa yang membuatnya penasaran. "Maksud lo? Pembeli ini nggak wajar?"
Walaupun ragu, Isyana tetap mengangguk. Hal tersebut resmi menganggu waktu tidurnya akhir-akhir ini. Pikirannya selalu berotasi tidak jauh-jauh dari kejanggalan Good Things. Banyak pertanyaan yang ingin Isyana suarakan, tetapi sedikit sekali yang ia ketahui.
"Iya. Gue mikirnya ... aneh aja gitu. Lo inget, kan, Git, minggu pertama launching Good Things stan sepi parah. Bahkan, satu pengunjung pun nggak ada."
Keheningan menyusup di antara obrolan mereka berdua. Inggita sibuk dengan pikirannya sendiri, otaknya memerlukan waktu lebih lama untuk mencerna setiap perkataan Isyana kali ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Teen Fiction[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...