"Eh, eh, itu Miya, kan? Gila, tuh cewek masih mulus, gitu. Berita hoax, kali."
"Dih, lo-nya aja yang gak tau seberapa barbar tuh cewek! Cowok-cowok yang ngehajar dia aja pada gak masuk hari ini."
Miya berjalan dengan tenang menuju kelasnya. Pembicaraan para penggosip tentang dirinya dan Aldous ia anggap angin lalu. Toh, Miya memang sudah terkenal sejak awal masuk di sekolah itu.
"Oh, jadi lo yang kemaren ngehajar Aldous habis-habisan?"
Miya berhenti melangkah. Sejenak, ia memutar bola matanya malas, kemudian berbalik. Miya menatap kakak seniornya itu.
"Ya, terus? Urusan lo sama gue, apa?" ketus Miya.
Cowok itu berjalan maju, mengikis jarak diantara mereka. Tatapannya begitu tajam, seakan ingin menguliti Miya hidup-hidup.
Miya meletakkan tasnya di lantai koridor, kemudian melepas jas almameter yang hari ini ia kenakan. Miya mencampakkan jasnya secara asal di atas tas, mengambil jaket, dan mengikat lengan jaketnya di pinggang.
"Mau bales dendam lo, huh?" Miya turut berjalan mendekati cowok itu. Smirk-nya mengembang begitu menyadari bahwa mereka telah menjadi tontonan para siswa yang berada di lorong tersebut.
"Senior gak ada akhlak! Beraninya keroyokan! Mana yang dikeroyok cewek lagi!" kompor Miya.
Cowok itu menerjang maju, melayangkan banyak pukulan yang selalu ditangkis Miya dengan mudah.
Orang-orang mulai berkumpul. Namun tak ada satupun dari mereka yang berani melerai.
Miya sendiri hanya fokus menepis setiap serangan yang datang. Ia yang menyulut api, memecah pertarungan. Jika ia ikut melawan, maka dirinyalah yang akan terkena sanksi.
Bugh!
Miya lengah. Ia tersungkur di lantai cukup jauh. Cowok itu menendang di area perut Miya, membuat Miya batuk.
"Ini balasan lo karena udah kurang ajar sama senior!"
Miya menunduk, dan memejamkan mata. Sekian lama ia melakukan itu, namun tak ada sesuatu yang menghantam dirinya sedikitpun.
Miya mendengar pekikan siswi-siswi di sekitarnya. Ia pun membuka mata. Sosok laki-laki tegap berjas almameter tengah melindungi dirinya.
"Alu, stop!" Seakan tau apa yang akan terjadi, Miya mencekal pergelangan tangan Alucard dan mendorong cowok itu agar menjauh dari teman Aldous.
"Simpen cuttermu," bisik Miya. Ia mengusap pundak Alucard sekilas, lalu berbalik.
Miya menatap tajam cowok di hadapannya itu. "Maju sini kalo berani! Gue pastiin nasib lo sama kayak Aldous!"
"Miy—"
"Mundur, Alu. Aku gak mau kamu kena masalah," cegah Miya.
"Kamu juga kena masalah, Miya!" seru Alucard, berusaha memprotes.
Miya menggeleng. "Nggak bakal. Mereka yang mulai, aku cuma korban," elaknya.
Miya memasang posisi kuda-kuda ketika cowok dihadapannya bergerak maju. Belum sempat cowok itu melayangkan pukulan, Miya berhasil meraih tubuhnya.
Bugh!
Dalam sepersekian detik, cowok itu sudah tergeletak di lantai. Miya membantingnya dengan kuat, tak seperti yang ia lakukan pada Harith yang hanya sekedar main-main.
Miya menepuk-nepuk tangannya ke depan, seolah sedang membersihkan telapak tangannya yang penuh debu. Ia tersenyum penuh kemenangan.
"Gimana? Sakit, gak? Paling cuma tangan atau kaki lo yang patah," tanya Miya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewekku, Dilan-ku
Фанфик[𝐒𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐂𝐨𝐧𝐟𝐥𝐢𝐜𝐭 𝐢𝐧 𝐋𝐚𝐧𝐝 𝐨𝐟 𝐃𝐚𝐰𝐧] Jika kodratnya sel sperma mengejar sel telur, maka hal itu tidak berlaku bagi Miya. Jaket jeans Dilan, sepatu kets, jas almamater disampirkan di pundak, plus banyak tingkah. Cewek modelan...