Epilog

271 23 7
                                    

Seorang cowok masuk ke dalam bandara International Land of Dawn dengan baju serba hitam. Ia mendapat tugas untuk mengawasi Miya yang akan berangkat menuju Amerika.

"Target sudah check in," lapornya.

Headset yang terpasang di telinga cowok itu terdengar berdengung. "Bagus. Tetaplah berjaga disana sampai pesawatnya berangkat."

"Baik, Tuan."

Cowok itu mematikan headset-nya. Dengan segera ia masuk ke dalam gate keberangkatan.

Ia masuk ke dalam pesawat dengan bebas. Tanpa basa-basi ia langsung menuju ke tempat khusus pilot.

Kedua orang yang akan memimpin jalannya perjalanan Land of Dawn menuju Amerika Serikat itu tengah tertidur lelap. Efek dari obat tidur yang sengaja dicampurkan cowok itu sebelum keduanya masuk ke dalam pesawat.

Seorang pramugari datang mengecek tak lama kemudian. Ia pun segera memberitahukan semua orang bahwa penerbangan akan mengalami delay.

Miya terdiam. 'Delay? Jadi ... pesawat ini beneran—'

"Hey." Pemikiran Miya terpotong oleh panggilan sekrang cowok yang tiba-tiba duduk disebelahnya.

"Lo ... siapa?" tanya Miya was-was.

Tanpa basa-basi cowok itu menarik tangan Miya. Ia melepas smartwatch yang melingkar di pergelangan tangan Miya.

"Hp-nya mana?" tanya cowok itu tiba-tiba.

"Ha-Hape?" Miya tergagap. "Ini maksud lo?"

Cowok itu mengamati ponsel itu sejenak, kemudian mengangguk. "Tinggalin disini sama smartwatch lo. Kita kabur dari mereka."

Miya kembali terkejut. "Lo ... kenal mereka?" tanya cewek itu hati-hati. Ia melirik ke kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang mendengar percakapan keduanya.

"Gue mata-mata mereka. Lo tenang aja, gue sama Miss Selena yang rencanain semua ini," ucapnya. "Sekarang lo ikut gue, kita sembunyi."

Tanpa berpikir dua kali, Miya langsung mengangguk mengiyakan. Mereka pun berlari keluar dari pesawat dan bersembunyi di suatu tempat.

.....

"Al-hmmpf!"

Cowok itu segera membungkam bibir Miya yang hendak memanggil Alucard —kebetulan mereka bersembunyi di gudang dekat ruang tunggu.

"Jangan sampai dia tau kalo lo masih hidup, itu rencananya. Lo juga diem-diem daftar ke Oxford tanpa sepengetahuan dia kan?"

Miya mengangguk kaku. Meskipun sedikit tidak rela, ia akhirnya tetap mengikuti rencana yang ia buat bersama FBS.

Keduanya masih menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari tempat persembunyian. Tepat setelah suara ledakan yang cukup keras, cowok itu mengintip keluar.

Kehebohan mulai terjadi. Tim SAR serta pemadam kebakaran datang dengan cepat, disusul dengan Ambulance serta mobil jenazah. Mereka segera memadamkan api yang melalap habis seluruh badan pesawat.

Tim SAR sudah berbolak-balik mengangkut jenazah korban yang telah ditemukan.

"Lo pake. Kita keluar sekarang."

Cowok yang Miya ketahui bernama Moscov itu memberikan hoodie hitamnya kepada Miya untuk menutupi identitas cewek itu. Setelahnya, mereka berlari menuju tempat parkir.

Moscov mengambil ponselnya untuk mengangkat telepon yang berasal dari Selena. Ia masih setia berjaga-jaga, memperhatikan sosok Alucard yang tampak terpaku kepada sosok perempuan diatas brankar.

"How is it?"

Moscov menyeringai. "Mission success, Miss."

......

Beberapa hari kemudian ....

Berbagai media pada stasiun tv nasional terus menayangkan berita tentang meledaknya pesawat Qatar Airlanes waktu itu.

Tak banyak reporter yang meliput para keluarga korban. Terlebih pada korban yang merupakan calon mahasiswa Harvard jalur beasiswa. Termasuk Miya.

Orang tua Miya —yang langsung terbang menuju Land of Dawn ketika mendengar berita itu— selalu diam saja ketika para reporter mewawancarai keduanya. Tak hanya di kantor AMI Group, di rumah mereka pun sempat didatangi oleh reporter.

"Ayah sadis bener," celetuk Miya. Cewek itu tengah menonton salah satu berita yang menayangkan tentang kabar kecelakaan itu.

Harith tertawa. "Salah sendiri ganggu," ucapnya.

"Ya tapi kan, gak usah sampe didorong gitu kameranya," kecam Miya.

"Halah, artis-artis biasanya lebih kejam," bela Harith. "Habisnya tuh kamera deket banget kek mau nyosor Ayah."

Miya mengangguk-angguk. "Terus ini gue kapan bisa keluar?"

"Tunggu beritanya surut. Ntar lo diajak Mama ke salon buat makeover, katanya," jawab Harith.

Harith beranjak dari ruang tengah menuju kamarnya. Kedua saudara itu tengah menempati apartemen milik Ayah mereka saat ini.

"Oh, iya. Jangan lupa kalo nama lo udah ganti jadi Cha Soo Yeon, warga negara Korea Selatan."

.....

"Al ...."

Alucard menoleh menghadap kedua orang tuanya. Tatapan kosong cowok itu kentara begitu jelas.

"Iya, Bun?"

Bunda mengusap lembut pundak Alucard, memberikan semangat agar putranya itu mampu melalui semua ini.

"Bunda tau kalau kamu sedih. Tapi kamu nggak boleh seperti ini terus, Al. Masa depan kamu masih panjang. Dunia nggak akan berhenti hanya dengan kamu diam meratapi kepergian Miya."

Ayah mengangguk setuju. "Bunda kamu benar, Al. Tidak sepatutnya kamu berlarut dalam kesedihan. Ayah yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan menemukan sosok yang sama dalam raga yang mungkin berbeda."

Alucard menghela napas, kemudian mengangguk. Setelah berpamitan pada kedua orang tua yang teramat dicintainya, Alucard pun berjalan dengan perlahan melewati gate keberangkatan.

Setelah check in, Alucard menyempatkan diri untuk menatap kembali kedua orang tuanya. Sedikit tidak rela ia meninggalkan tanah kelahiran beserta orang tuanya. Namun kembali ia meneguhkan hati.

Semua yang ia lakukan saat ini, adalah semata-mata demi membanggakan mereka.

Duduk dengan nyaman di kursi kelas ekonomi, Alucard terus menatap keluar jendela. Sejujurnya ia merasa gugup, karena ini pertama kalinya ia pergi menggunakan transportasi pesawat. Terlebih lagi, kejadian tempo hari lalu masih sangat segar di memori otaknya.

Tak sengaja manik mata Alucard menangkap sosok gadis tinggi berambut biru dongker yang dikucir ponytail.

Deg!

Gadis itu menolehkan kepala keluar jendela besar, menatap pesawat yang tengah ia naiki saat ini.

Darah Alucard mengalir cepat, membuat jantungnya berdegup kencang kala memompa darah yang masuk dan keluar. Ada desiran hangat yang turut mengalir di hatinya.

Sosok itu ....

Hanya sosok itu yang mampu mengalirkan perasaan hangat di dadanya. Hanya sosok itu yang mampu membangkitkan gejolak rasa rindu yang merasuk di relung kalbu.

"Mi-Miya?"

.

The End

.

.

Cewekku, Dilan-kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang