Cewekku, Dilan-ku #21

330 36 24
                                    

Miya menatap pergelangan tangannya yang lagi-lagi dililit perban karena terkena sayatan cutter Alucard. Miya tak mengetahui seberapa parah lukanya karena ia masih pingsan ketika diobati.

"Loh, Miya?"

"Miya!!"

Miya mengabaikan panggilan itu. Ia berjalan dengan cepat dan masuk ke dalam mobil Grab yang ia pesan.

"Ke bandara, Mbak?"

Miya mengangguk. "Iya, Pak. Tolong cepat, ya."

.....

Pesawat pribadi milik Archery Media Investment Group telah mendarat. Tak lama kemudian, kedua orang tua Miya keluar dari gate kedatangan bersama beberapa orang lain —rekan kerja mereka.

"Welcome back, Mah! Yah!" sambut Miya. Cewek itu langsung menerjang kedua orangtuanya untuk dipeluk.

Harith beranjak dari kursi tunggu, menghampiri ketiganya. "Ayo, Mah, Yah, mobilnya udah nunggu."

"Kamu yang bawa?" tanya Ayah mereka.

Harith mengangguk. "Kak Miya mana mau bawa mobil sendiri ke sekolah," sindirnya.

"Untung hari ini gak ada operasi zebra, jadi Harith aman," lanjutnya. Cowok itu nyengir.

Mereka berempat memasuki mobil Harith yang langsung melesat menuju rumah mereka. Meski jalanan cukup macet karena sudah jam pulang kerja, namun keempat manusia itu tetap enjoy.

"Gimana sekolah kalian?" Sang Kepala Keluarga memulai pembicaraan baru yang lebih serius.

Harith mematikan radio. Ia berdehem sejenak untuk menghilangkan perasaan gugupnya. "Lancar, kok, Pah."

"Miya?"

Miya mengatur persneling, kemudian menjalankan mobilnya perlahan, membelah jalanan yang sudah tak seramai sebelumnya.

"Biasa aja," jawab Miya.

Ponsel Miya berdering. Ia mengabaikan hal itu, mengingat dirinya sedang membawa 4 nyawa dalam mobil.

"Gue angkatin, ya?" izin Harith.

Miya mengangguk. Harith pun mengambil ponsel Miya yang tergeletak di atas dashboard. Dahi cowok itu mengernyit, melihat deretan nomor asing tertera di layar ponsel sang kakak.

"Gaada namanya," lapor Harith. "Diangkat gak, nih?"

"Bukan nomor luar negeri, kan?" tanya Miya memastikan. "Coba angkat aja, deh."

Setelah mengucap salam, Harith mengoper ponsel Miya pada sang Ayah. Ia mengatakan bahwa itu telepon penting dari pihak sekolah Miya.

Miya memarkirkan mobilnya di garasi. Ia menengok sang Ayah yang tampak tergesa menuju ruang kerja, masih dengan ponsel Miya menempel di telinganya.

"Siapa yang telpon sih?" bisik Miya kepo.

Harith menggeret Miya ke lantai 2. Kakak beradik itu masuk ke dalam kamar Miya, tak lupa mengunci pintunya.

"Lo dapet tawaran beasiswa ke Harvard," jelas Harith. "Gue tau Ayah pasti gak ngebolehin lo kuliah. Tapi kalo lo bener-bener pengen kuliah, gue punya ide buat bantu lo."

Miya membanting dirinya ke atas ranjang. "Gue pengen, sih. Tapi bingung mau masuk fakultas apa," adunya.

"Lo mau jadi CEO gak?"

Miya mengernyit. "Gantiin ayah, maksud lo?"

"Iya." Harith mengangguk. "Kalo lo mau kuliah, satu-satunya cara ya lewat itu."

Cewekku, Dilan-kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang