33

126 7 0
                                    

Typo bertebaran!

¤¤¤

"Kamu yakin mau berangkat sekolah?" tanya Dito. Ray mengangguk dan tersenyum. Ia harap ayahnya tidak melarangnya pergi ke sekolah setelah semalam ia terus menangis karena Noel.

"Ya udah ayah cuma bisa nurut," ucap Dito sambil menyantap kembali sarapannya.

Ray melirik jam tangannya dan ternyata sudah jam 06.30. Ray menyantap sarapannya cepat.

"Ayo, Yah!"  Dito meraih gelas berisi air putih yang ada di hadapannya dan menenggaknya hingga tandas. Setelah meletakkan gelas ke tempat semula, Dito segera menyambar jas kerjanya dan  kunci mobil.

"Inget, kamu gak boleh kecapekan!" peringat Dito sambil memberikan tatapan tajam kepada putri kesayangannya. Ray terkekeh dan tangannya bergerak hormat seperti kepada komandannya.

"Siap, Bos!"  Dito terkekeh sambil mengacak rambut Ray gemas.

¤¤¤


Ray berjalan sangat pelan, yang ia harapkan bisa bertemu dengan Noel, walau laki-laki itu akan bersikap dingin padanya. Ini sudah siang, tapi Ray tidak menemukan sosok Noel.  Saat tiba di parkiran, matanya menelisik satu per satu motor yang terpakir rapi di sana, namun Ray tidak melihat motor Noel terparkir di sana. Apa Noel tidak masuk sekolah?

Matanya terus mencari-cari keberadaan Noel, sampai ia tidak sadar kalau ia sudah sampai di depan kelasnya. Kelasnya sudah ramai, ada yang sedang bergosip ria, ada yang sedang menyanyi, dan masih banyak lagi. Tapi sayang, ia tidak bisa menemukan sosok Noel di antara teman sekelasnya.

"Cari siapa?"  Ray mengelus dadanya, ia terkejut mendapatkan Sita sudah ada di sampingnya. Ray hanya menggeleng dan bergegas menuju tempat duduknya, ia harus segera menjauh dari Sita sebelum gadis itu mewawancarainya lebih banyak lagi.

"PR udah belom?" tanya Sita. Tubuh Ray menegang. PR? PR apa?

"Lo gak inget? PR yang kemaren yang dikasih Bu Endang," ucap Sita. Sita sedikit khawatir melihat gelagat Ray yang terlihat cemas.

"Lo gak ngerjain?" bisik Sita. Ray menengguk salivanya kasar dan mengangguk . Astaga ia benar-benar lupa. Ray harus menyiapkan mental dan fisiknya untuk menghadapi Bu Endang, apalagi Bu Endang merupakan guru yang sangat tegas jika berhubungan dengan PR.

"Buru kerjain!"  Ray mengangguk dan secepat kilat menyalin jawaban dari buku Sita. Astaga tiga lembar? Yang benar saja! Apa lagi bel masuk sebentar lagi berbunyi.

Tet.. tet.. tet...

Ray melirik Sita, jujur ia takut. Sita juga terlihat sama takutnya denganya.

"Nanti gue coba bilang ke Bu Endang, biar hukuman lo diringanin," ucap Sit menenangkan. Ray mengangguk ragu, jantungnya berdetak begitu cepat.

Tuk tuk tuk

Suara sepatu wanita yang beradu dengan lantai keramik semakin mendekat, membuat jantubg Ray semakin berdetak lebih kencang. Ia menggigit bibirnya gugup sambil meremas roknya kuat.

"Pagi!" sapa Bu Endang. Semua siswa menjawab dengan kompak.

"Untuk PR silahkan dikumpulkan!"  Seluruh siswa secara bergilir menyerahkan buku mereka kepada Bu Endang.

Ray menunduk dalam ketika Bu Endang mulai menghitung jumlah buku tugas para siswanya.

"Kurang 2? Siapa yang tidak mengumpulkan?" suara Bu Enang memang terdengar penuh penekanan. Ray terus meremas tangannya yang mulai mengeluarkan keringat dingin.

Rayna(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang