39

162 6 0
                                    

Typo bertebaran!

¤¤¤

"Kondisi nona Ray sudah semakin membaik dan,ya, saya pikir dengan pergi berlibur bisa membuat kondisi nona Ray menjadi lebih baik," tutur Dokter Vin.

Dito tersenyum senang. Saat ini ia sedang di ruangan Dokter Vin untuk memintakan izin untuk Ray yang meminta berlibur ke pantai.

"Tapi tolong jangan sampai nona ray terlalu kelelahan," peringat Dokter Vin. Dito mengangguk senang lalu menjabat tangan Dokter Vin dan mengucapkan banyak terima kasih.

¤¤¤

Dito menghampiri Ray dengan wajahnya yang ditekuk membuat  Ray merasa khawatir. "Gimana, Yah?" tanya Ray. Ray menatap ayahnya dengan wajah khawatir. Dito berjalan mendekati Ray yang sedang duduk di atas ranjangnya. Ia mengecup singkat kening Ray lalu mendudukan dirinya di kursi yang ada di samping sang istri.

"Gimana, Yah?" rengek Ray. Dito terdiam lalu menggeleng pelan. Melihat itu Ray mendesah kecewa.

"Gak dilarang," ucap Dito disertai kekehan. Wajah Ray yang tadinya murung langsung berseri mendengar ucapan ayahnya.

Ray langsung memeluk ayahnya erat.
"Yey! Makasih, Yah!" ucap Ray senang. Tika tersenyum senang melihat Ray bisa sebahagia ini.

"Ekhem!" dehem Tika. Ayah dan anak itu langsung melonggarkan pelukannya dan sebelah tangan Tika ditarik oleh Ray untuk bergabung dalam pelukan hangat keluarga kecilnya.

"Udah, ini kamu belum selesai loh makannya," peringat Tika. Ray menyengir lebar lalu melepaskan pelukan kedua orang tuanya.

"Aa!" ucap Ray sambil mebuka mulutnya. Tika tersenyum simpul lalu kembali menyuapkan sepotong apel untuk Ray.

"Bun, pengin cokelat deh," ucap Ray sambil mengunyah apelnya.

Dito mencubit pipi Ray gemas. "Sebentar ,ya, tuan puteri,  Raja akan membelikan cokelat untuk tuan putri yang cantik ini," ucap Dito. Ray dan Tika tertawa melihat Dito yang bergaya layaknya seorang bangsawan.

"Ya sudah, cepetan dong, Raja," sahut Ray mengikuti gaya sang ayah. Tawa mereka kembali pecah.

¤¤¤

Pagi ini Ray sedang sibuk bersiap-siap untuk pergi ke pantai. Semuanya ikut sibuk. Apalagi Tika, seperti ibu-ibu di luar sana, Tika sangat memperhatikan penampilan Ray.

"Gak, kamu harus pake baju panjang, di sana anginnya gede, nanti masuk angin," tolak Tika. Ray menekuk wajahnya, ia ingin menggunakan dress itu, tapi Tika tidak mengizinkannya karena dress tersebut tidak memiliki lengan.

"Tapi, Bun, Ray pengin pake baju ini," rengek Ray. Tika tetap kekeuh dengan pendiriannya. Ray menatap bundanya dengan mata berkaca-kaca.

Tika menghela nafasnya pelan. "Ya udah, tapi pake cardigan biar gak kedinginan," putus Tika.

Ray berjingkat kesenangnan, sedangkan Sita, ia hanya duduk manis sambil sesekali melirik handphone nya berharap ada sebuah pesan dari Caesar.

Pandangan Ray tertuju kepada Sita yang terlihat lesu. "Kok lo belom siap-siap, sih?"  Sita mengalihkan pandangannya ke arah ray. Ia mendesah pelan. "Gue gak jadi ikut deh, gak ada Caesar nanti gue jadi obat nyamuk," sahut Sita.

Ray terkekeh medengar jawaban Sita, tapi apa yang dikatakan Sita ada benarnya juga. "Terus lo di sini ngapain?" tanya Ray. Ia merasa tidak enak harus meninggalkan Sita sendirian di sini. "Gue mau shopping," sahut Sita semangat. Ray merotasikan bola matanya malas. Sita memang sangat suka berbelanja tidak seperti Ray.

Rayna(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang