Typo bertebaran!
¤¤¤
"Lo gapapa kan Ray?" tanya Sita khawatir. Ray mengangguk meyakinkan.
"Kalau lo masih sakit mending lo pulang aja deh," saran Sita. Ray menggeleng.
Sita memepercepat laju kakinya untuk menyeimbangi langkah Ray.
"Lo masih sakit, Ray. Lo jangan kecapean, lo jangan maksain diri terus Ray" ucap Sita, "jangab batu deh, Ray. Nanti kalau lo drop gimana?" Ray memghentikan langkahnya dan ia menatap datar Sita.
"Gue tau gue penyakitan! Gue bakal mati, gue gak berguna lagi! bahkan lo liat! Iya gue bentar lagi mati, Sit. Tapi gue mohon jangan ingetin gue masalah penyakit ini, anggep aja gue gak papa, jangan buat gue inget kalau gue sebentar lagi bakal mati , sebentar aja. Gue pengin menghabiskan hari-hari yang tersisa buat ngeliat Noel tersenyum bahagia dan juga sebelum gue memutuskan hubungan gue sama dia!" bentak Ray. Sita terkejut melihat Ray melepaskan rambut palsu yang ia gunakan tadi dan kini terlihat rambut-rambut Ray mulai menipis bahkan kulit kepala Ray sudah mulai terlihat. Sita membekap mulutnya tidak percaya. Ia menangis tersedu-sedu bukan karena ia takut Ray membentaknya, tapi ia sangat sedih melihat kondisi sahabatnya.
"Ra-y ma-af, Ray! Gu-e mi-nta ma-af!" uvap Sita sesenggukkan. Ia memeluk tubuh ringkih Ray dan ia merasakan tubuh Ray hanya seperti tulang dibungkus kulit.
Ray menepuk-nepuk punggung Sita dan menenangkan tangis Sita, untung saja kamar mandi di sekolahnya jauh dari kelas.
"Maafin gue juga, maaf gue gak sengaja bentak lo," sesal Ray. Ray merasa Sita menggelengkan kepalanya.
"Lo gak salah, gue yang salah, maafin gue," ucap Sita.
¤¤¤
"Kamu pulang sama aku, ya," Ray menyerngit bingung. "Itu pertanyaan atau pernyataan?" ucapnya sambil melirik Noel.
"Kalo pertanyaan gak ada penolakan kalau pernyataan ya kamu pulang sama aku," ucap Noel.
Ray mendengkus kesal, akhirnya ia menaiki motor Noel setelah menggunakan helm yang Noel berikan tadi.
"El, aku minta maaf," Noel menyerngit bingung, sifat Ray sungguh berbeda. Namun, Noel senang karena Ray mau memeluk pinggangnya tanpa disuruh olehnya.
"Aku gak bisa disisi kamu terus, aku harus pergi, El," litih Ray.
"Maksud kamu apa? Kok minta maaf terus, ini bukan lebaran kali, Ray" ledeknya.
Ray hanya menggeleng, ia belum bisa melepaskan Noel untuk saat ini.
"Ini ke mana? Kok bukan pulang?" tanya Ray bingung saat Noel membawanya ke sebuah taman. Ray ingat ini adalah taman di mana menjadi awal pertemuannya dengan Noel.
"Inget, kan?" Ray mengangguk dan matanya memanas.
"Kok malah nangis?" Ray hanya menggeleng.
"El,ada yg mau aku omongin,"
'mungkin ini sudah saatnya'
Ray menarik nafasnya panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan. Ia sudah bertekad untuk mengakhirinya.
"Maaf, kita gak bisa lanjutin lagi hubungan ini, kita putus," Noel menatap Ray tidak percaya.
"Ini lasti prank, kan?" tanyanya. Ia terus mengedarkan pandangannya ke seluruh taman, berusaha mencari kamera yang mungkin tersembunyi. Ia terkekeh geli. "Kamu kalo bercanda langsung serem deh," Dada Ray naik turun menandakan kalau dia tengah menahan amarahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rayna(Completed)
Teen Fiction[REVISI BERJALAN] Setiap cerita pasti akan berakhir bahagia, bahagia dengan caranya sendiri. Ada yang harus bersama ada juga yang harus berpisah. Tapi perpisahan bukan berarti akhir yang menyedihkan. Sama seperti kisah kita, Noel. ~Ray Setiap pertem...