27

128 8 0
                                    

Typo bertebaran!

¤¤¤

Ray menyodorkan sebuah amplop cokelat kepada Toni. Toni menyerngit bingung.

"Apaan?" tanyanya sambil meraih amplop tersebut dari tangan Ray.

"Buka aja sendiri," ujar Ray santai. Tangan Toni bergerak membuka amplop tersebut. Toni membelalakan matanya bahkan mulutnya ikut terbuka.

Toni menatap Ray tidak percaya. "Ini buat apa, Ray?"

"Itu buat bikin caffe atau resto, gue serahin itu semua sama lo dan itu nantinya juga buat lo," Toni menatap Ray tidak percaya, bayangkan saja Ray memberinya chek senilai satu milyar dan Ray tampak tenang seolah tidak ada beban?

"Ray, lo bercanda kan?" tanya Toni.

"Beneran, gue harap lo gak ngecewain gue," ucap Ray sambil tersenyum manis.

"Gue bakal bantu lo, tapi gue gak mau kalo lo nyerahin caffe ini buat gue," ucap Toni tegas.

Ray menatap Toni penuh harap. "Gue mohon, bantu gue jadi orang yang berguna buat orang lain," pinta Ray.

"Tap-"

"Gue mohon! Ini juga buat anak-anak yang lain, gue kasian ngeliat diantara mereka masih ada yang pengangguran," ucap Ray sendu.

"Oke! Gue terima ini. Ray lo ada masalah?" Tangan Toni bergerak untuk merangkul bahu Ray.

"Gue gak ada masalah apa-apa kok, Bang," ucap Ray sambil tersenyum manis. Toni terkekeh mendengar sebutan itu lagi. Toni sudah menganggap Ray seperti adiknya apa lagi Toni sudah tidak memiliki keluarga lagi dan begitu pula Ray, dia menganggap Toni sebagai kakanya.

"Kalo ada masalah cerita sama abang," ucapnya sambil mengacak rambut Ray gemas.
Ray merengut kesal dan meninju lengan Toni pelan.

"Tapi harus selese selama satu bulan ya, Bang," ucap Ray sambil menyengir lebar.

Toni menatap Ray tidak percaya. "Kamu gila, Dek?" Ray tertawa lepas melihat wajah syok Toni.

"Tolong ya, Bang, biar gue bisa liat tu caffe," pinta Ray.

"Gue usahain deh," ucap Toni pasrah.

¤¤¤

"Gue pasti bisa dan gue harus jujur sama mereka," gumam Ray. Ray memacu motornya pelan, menikmati suasana Kota Jakarta yang sedikit sepi.

Saat sampai di depan pintu rumahnya, Ray mendadak bimbang untuk mengatakan ini semua. Tangab Ray terulur untuk membuka pintu rumahnya dan mulai melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang selama ini ia rindukan.

'Aku harus jujur!'

"Ray pulang!" teriak Ray menggelegar memenuhi rumah megahnya.

"Eh, Ray!" Suara lembut ini, Ray langsung membalikkan tubuhnya dan melihat sang bunda hang baru saja keluar dari dapur. Ray berlari memeluk wanita paruh baya tersebut dan mulai terisak dalam dekapan sang bunda.

"Kamu kenapa?" tanya Tika sambil mengelus rambut Ray.

"Ray minta maaf, aku sering bentak bunda, sering kasar sama bunda," ucapnya sambil terus terisak.

"Bunda udah maafin kamu, Ray. Bunda sayang banget sama kamu," ucap Tika sambil mencium puncak kepala Ray.

Dito yang baru saja pulang dari kantor merasa bahagia melihat putrinya bisa kembali akrab dengan sang bunda.

Rayna(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang