42

217 7 0
                                    

Typo bertebaran!

¤¤¤

"Ini hasil tes yang saya lakukan." Sita langsung tercengang saat Noel mengucapkan hal tersebut. Noel memberikan sebuah amplop putih berstempel rumah sakit kepada Dokter Vin. Dokter Vin membacanya dengan cermat.

"Berapa usiamu?" tanya Dokter Vin sambil membenarkan letak kacamatanya yang melorot.

"18 tahun 2 bulan," sahut Noel mantap.

"Apa kamu yakin?" tanya Dokter Vin memastikan. Noel mengangguk mantap.

"Lo gila, El?" tanya Sita sinis. Noel menatap Sita tajam. Ia mencengkeram bahu Sita dan menatap Sita instens.

"Apapun buat Ray, gue rela mati buat dia," ucap Noel tegas.

Sita menggeleng lalu tertawa sinis. "Gila lo! Lo gak mikirin orang tua lo? Lo tau apa efek samping dari operasi ini?" tanya Sita.

Noel mendesah pelan. Ia menunduk lesu. Ia kemudian tersenyum miring. "Terus gue harus gimana? Gue harus biarin Ray mati?" tanya Noel kesal. Ia mengguncangkan bahu Sita dengan emosi yang meluap-luap.

"El, sadar! Kita bisa pikirin cara lain!" bentak Sita.

"Cara apa lagi? Lo mau biarin Ray mati dulu buat nunggu belas kasih pendonor lain?!"  Sita memejamkan matanya terkejut saat Noel membentaknya. Sedetik kemudian Noel melepaskan cengkeramannya dari bahu Sita. Ia merengang frustasi.

"Noel, apa yang kamu pikirkan?!" bentak Toni. Ia sudah mendengarkan perkataan Noel dari jauh. Dalam hati dia bangga karena Noel menjadi orang yang memiliki jiwa sosial tinggi, tapi sebagai seorang ayah dia juga memikirkan efek buruk yang mungkin saja terjadi setelah operasi tersebut.

"Kamu mau 'sok' jadi pahlawan?' tanya Toni kesal. Noel menatap papahnya tajam.

"Iya! Noel mau jadi pahlawan buat Ray!" sahut Noel. Toni mengepalkan tangannya kuat.

"Kamu tau apa efek dari operasi ini, kan?" tanya Toni sabar. Tubuh Noel melemas, dia menunduk lesu.

Noel mengangguk lemah. Toni menghela nafasnya sabar. "Maut gak ada yang tau. Apa kamu masih kekeuh untuk mendonorkan sumsum kamu, El?" tanya Toni lembut. Ia menepuk bahu Noel lalu merangkul putra semata wayangnya itu.

"Noel mau Ray selamat," lirih Noel.

Toni terdiam sejenak. Lalu ia menatap Dokter Vin dalam. "Tolong selamatkan Ray dan juga dia, putra saya," ucap Toni.

Noel mendongakkan kepalanya dan menatap papahnya bingung. "Maksudnya apa, Pah?"

Toni mengulas senyumnya, senyum terpaksa. "Silahkan kalau kamu mau mendonorkan sumsum kamu buat Ray," ucap Toni. Noel langsung berbinar, dia langsung memeluk papahnya erat.

"Makasih ,Pah, dan maafin Noel juga," bisik Noel. Toni menepuk punggung Noel. "Kamu anak papah yang terbaik," bisik Toni.

"Kalau begitu, bisa kita langsung bersiap-siap? Nona Ray sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi," ucap Dokter Vin. Noel mengurai pelukannya lalu tersenyum kepada papahnya. Toni melepaskan Noel dengan senyum terpaksanya.

"Tolong selamatkan keduanya," gumam Toni.

"Om temang aja semua pasti akan berjalan lancar," ucap Sita menenangkan.

¤¤¤


Gita terus menangis dalam pelukan Toni, suaminya. Ia heran kenapa putranya mau mengorba itu semua untuk Ray? Ia melirik Tika yang sedang berada dalam pelukan Sita.

Rayna(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang