43(End)

369 8 0
                                        

Typo bertebaran!

¤¤¤

Gundukan tanah segar itu terlihat seperti ilusi. Taburan bunga warna-warni dengan harumnya yang semerbak tidak bisa membuat suasana di sana menjadi lebih ceria.

Terdengar isak tangis yang saling bersahutan. Sanak saudara banyak yang tidak menyangka akan hal ini. Teman serta sahabat silih berganti mendoakan kepergiannya.

"Bawa Tika ke mobil, Mah," ucap Toni. Gita mengangguk patuh lalu memapah tubuh Tika yang sangat lemas. Kini hanya tersisa para sahabat yang selalu bersamanya selama hidupnya.

"Ini mimpi, kan?" tanya Noel. Ia menatap nisan di hadapannya dengan senyum miringnya. Ia kemudian berjongkok di samping makam itu, tangannya terulur untuk membelai nisan itu.

"Ray disembunyiin di mana lagi?!" tanya Noel. Ia masih tidak percaya kalau Ray sudah pergi untuk selamanya.

"Kenapa kalian diem aja?!" tanyanya sambil menunjuk wajah sahabat-sahabatnya.

"Ini bohong! Harusnya gue yang mati!" jeritnya. Ia memeluk erat nisan itu. Nisan yang bertuliskan nama kekasih yang sangat ia cintai. Kekasih yang selalu membuat hari-harinya lebih berwarna.

Rayna Putri Anantasya. Terlukis nama itu dalam nisan baru itu. Noel menangis meraung-raung sambil memeluk nisan Ray erat.

"Ini gak mungkin!" erangnya. Tangannya terulur ke arah gundukan yang berhiaskan bunga. Tangannya terus menggali tanah tersebut.

"Lo jangan gila, dia udah tenang di sana!"  Noel menatap orang itu sinis. Dirga menghela nafasnya pelan, ia ikut berjongkok di samping Noel.

"Ikhlaskan dia, dia gak bisa tenang kalau masih ada yang menghalangi jalannya," nasihat Dirga. Noel terdiam.

"Maafin gue, Ray. Maaf lo jadi gak tenang," gumam Noel. Matanya terlihat sangat sembab karena sejak ia terbangun dari pengaruh obat bius, ia terus menangis saat mendapat kabar kepergian Ray.

"Lo liat dia!" ucap Dirga sambil menunjuk Sita yang terduduk lemas di samping makam Ray.

"Dia juga sakit, apalagi dia lebih lama mengenal Ray, tapi dia gak nangis karena apa? Karena dia gak mau Ray sedih di sana," ucap Firga bijak.

Noel menatap Sita dalam. Dirga benar, Sita adalah sahabat Ray tentu lebih banyak kenangan antara mereka. Ia menghampiri Sita yang sedang berada dalam pelukan Sely.

Noel langsung menarik Sita dalam pelukannya. "Maafin gue!" gumamnya. Dalam pelukkan Noel tubuh Sita mulai bergetar.

Caesar membiarkan Sita masuk dalam pelukan Noel karena ia sangat percaya kepada Sita dan juga Noel.

Sita melepaskan pelukannya lalu menatap Noel dengan wajah memerah menahan tangis.
"Tampar gue, El!" ucapnya sambil menampar pipinya sendiri.

"Pukul gue, El! Tampar gue! Jangan diem aja atau gak lo maki gue atau jitak gue, apa pun itu! Cepet lukain gue kayak yang lo biasa lakuin ke gue dulu! Gue pengin nangis, tapi gak boleh, gue gak mau nangis gara-gara dia. Makannya pukul gue, El, biar gue ada alesan buat nangis!" ucap Sita sambil menahan air matanya yang siap meluncur.

"Pukul gue!"  Ia meraih tangan kanan Noel lalu mencoba menampar dirinya dengan tangan Noel yang ia genggam.

"Pukul gue," lirih Sita. Semua yang menyaksikan itu ikut menangis.

Ia menarik Sita ke dalam dekapannya. "Stop, Sit," bisik Noel.

"Lo boleh nangis," bisik Noel lagi. Sita menggeleng. "Nanti gue diomelin sama Ray," lirihnya.

Rayna(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang