Part 8

853 58 6
                                    


***
Dengan nanar ku tatap layar ponsel, waktu sudah menunjukkan Pukul 2 dini hari. Itu artinya, sudah ada beberapa jam aku terkurung di dalam ruangan pengap ini. Tempat yang jadi tumpukan galon bekas bensin dan solar. Bukan hanya itu, di sini banyak sekali sisa-sisa abu kayu, arang, dan masih banyak lagi.

Semakin lama di dalam ruangan ini membuatku semakin stres. Tidak hanya itu, Bau apek yang menyengat sukses membuat dadaku sakit.

Tiba-tiba napasku sesak, diiringi sakit kepala hebat. Astaga, ada apa denganku? Bahkan napasku disertai bunyi ngik-ngik, lebih tepatnya mengi.

Dengan bersusah payah, aku merangkak menuju pintu.

"Bu, buka, bu. Ra..Ra sesak, Bu."

Berulang kali aku memukul-mukul daun pintu, tapi tak seorang pun datang sekedar menengok.

Tidak berselang lama aku langsung muntah, penglihatanku mulai kabur. Dengan sisa tenaga yang ku miliki, ku coba menelpon Ibu. Tersambung.

"Apa lagi? Sudah, kamu terima saja hukuman dari Ibu! Dan jangan bicara lagi, Ibu sibuk, masih ada pasien."

Tut.. Tut!

Sepertinya Ibu sudah di Rumah Sakit. Ia sama sekali tidak peduli padaku, bahkan tidak memberiku waktu bicara walau sebentar. Ya Allah, aku sekarat, bu!

Semakin lama kepalaku semakin berat, tidak ada cara lain, aku harus telpon Kak Rey.

"Ya, Rara?" sapa Kak Rey dengan lirih.

"K..Kak, t..to..tolong, to..tolong Ra..Rara, Kak. Napas Ra..Ra S..se..sak." ucapku terbata-bata, aku semakin kesulitan untuk bernapas.

"Rara? Kamu bertahan, ya. Kakak akan segera ke sana, Kakak cari kuncinya dulu. Kamu tahan, tarik napas dalam-dalam dan hembuskan dengan pelan."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Kak Rey memutuskan sambungan telponnya. Sedangkan aku, aku semakin kesulitan bernapas. semakin lama pandanganku semakin buram, setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

***
Perlahan-lahan ku buka mataku, kepalaku terasa berat.

"Dimana, aku?" tanyaku pada Dokter yang saat ini sedang memeriksa tekanan darahku.

"Kamu di Rumah Sakit. Tadi kamu di larikan kesini dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kamu keracunan Karbon Monoksida."

"Keracunan karbon monoksida?"

"Iya. Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna maupun berbau, yang dihasilkan oleh pembakaran bensin, kayu, arang, atau bahan bakar lainnya."

"Dok, keluarga saya dimana? Siapa yang membawa saya kesini?"

"Kakakmu, dia yang membawamu kemari."

Jadi, Kak Rey yang membawaku ke sini? Ayah kemana? Apa ibu tahu kalau aku di sini?

"Kamu putri bungsu Dokter Sarah, kan?

" Iya, Dok."

"Ohh, kenalin, saya sahabat ibumu, panggil saja Dokter Mia."

"Saya Rara. Dokter Mia, Ibu ada?"

"Ibumu sedang keluar, dia sibuk."

"Oh, begitu. Terima kasih, Dok. Boleh saya minta tolong? Panggilkan Kakak saya."

"Baiklah, tunggu sebentar, ya?"

Tidak berapa lama kemudian, Kak Rey masuk sambil mengulas senyum di bibirnya.

"Eh, adik Kakak sudah sadar? Alhamdulillah. Bagaimana, napasnya masih sesak?"

"Iya, Kak. Tapi tidak sehebat tadi. Kak, Ayah mana?"

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang