Part 10

890 70 4
                                    


***
Oke, semuanya sudah beres. Mading sudah, stiker spongebob sudah, Sekarang tinggal menempel poster Grup Band Rock asal Amerika yang sangat aku idolakan, Avenged Sevenfold, di dinding dekat jendela. Akhirnya, kreaktivitasku yang super keren ini kelar juga.

Hm, tinggal menunggu matras yang dijanjikan Pak Bima. Oh ya, ngomong-ngomong suamiku itu kemana, ya? Masa beli matras saja sudah hampir 4 jam? Ah, biarlah. Mungkin ia terpeleset di Toko, jadinya lama.

Beberapa saat kemudian,

"Astaga! Apa yang terjadi dengan kamarku?" tiba-tiba saja Pak Bima sudah berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang, sukses membuatku kaget setengah mati.

"Hah, Pak Bima ngagetin tahu gak! Salam kek." sewotku.

"Eh, bocah, apa yang kamu lakukan pada kamarku? Itu, kenapa boneka spongebobnya di taruh di rak sepatu? Terus, dimana semua sepatunya?"

Sedikit ngeri melihat tatapan Pak  Bima, tapi aku harus tetap santai.

"Sepatu Pak Bima di samping lemari, Rara taruh dalam keranjang."

"Astaga, Rara! Dan ini apa? Ini kamarku, Rara."

Pak Bima mendelik kesal, langsung merebahkan dirinya di atas ranjang.

"Ya, siapa suruh Pak Bima gak izinin Rara punya kamar sendiri."

"Aaiissh, tapi gak gini juga kali, Rara! Hah, berasa tidur di rumah koran tahu gak."

"Apa? Rumah koran? Maksud Pak Bima apa, hah? Ini bukan koran, ini mading, ini stiker, dan itu poster idola Rara."

"Terserah kamu, bocah! Siap-siap gila kalau tidur di kamar ini."

"Oh ya, Matras yang Pak  Bima janjikan mana? Kok gak ada?"

"Sementara dalam perjalanan."

"Emang matras punya kaki?"

"Jangan bodoh, Rara. Tau ah, puyeng!"

Aku meledek Pak Bima dengan menjulurkan lidahku ke arahnya, disambut dengan tatapan kesalnya. Aku tidak takut!

Tidak lama kemudian, Bibi masuk dan memberitahu kalau di teras sudah ada dua orang pria mengantarkan matras milikku.

Dengan antusias Pak Bima keluar dan menemui mereka.

"Waaah, ini matras punya Rara, ya? Kereeeeeen!" teriakku kegirangan kala Pak Bima membawa masuk Matras ke dalam kamar kami dibantu Tukang kebun.

"Iya, ini punyamu!" jawab Pak Bima dingin.

"Yey, spongebob!"

Lagi-lagi tatapan Pak Bima mengarah padaku.

"Seandainya aku bisa sulap, sudah ku sulap kamu jadi spongebob sekalian, biar gak ngerepotin!"

"Kok gitu? Kata-kata itu adalah Doa, ya!"

"Terserah. Minggir, kalau tidak mau terserah. Biar ke libas matras sekalian."

Uugghh! Ini Pak Bima lama-lama ngeselin juga, ya? Kayak Ibu. Huft, sabar Rara.

***
"Raraaaaaa!"

Gubrak! Aiissh, Pak  Bima apa-apaan, sih? Teriak-teriak tidak jelas, kayak anak bayi.

"Raraaaaaa! Sini kamu!" teriak Pak Bima sekali lagi, sampai-sampai suara beratnya menggema di dalam rumah ini, menyerupai auman hantu. Bisa jadi.

Dengan malas aku beranjak ke dalam kamar, menemui Pak Bima dengan wajah sangarnya.

"Apa sih, Pak? Rara lagi makan jadi keganggu tahu gak."

Pak Bima menggebrak lemari, sukses membuat nyaliku menciut. Seram.

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang