"Sus, sudah berapa lama Ryu dirawat di sini? Apa penyakitnya parah?" tanyaku sambil mengelus-elus pipi tembem Ryu, kembaran Kak Rey.Wajah Ryu pucat pasi, ia kesulitan bernapas, membuatnya harus menggunakan oksigen di kedua lubang hidungnya.
"Sudah seminggu lebih, mbak. Ya, namanya juga Kanker Darah, sudah stadiun 3."
"Kasihan sekali, kamu, nak."
Aku jadi heran, kemana orang tuanya? Kenapa tidak ada yang mendampingi? Ah, aneh sekali keluarga Ryu.
Beberapa saat kemudian, seorang Suster bertubuh gempal mendekati kami.
"Suster Tasya, waktunya Ryu kemo." ujar Suster tersebut tersenyum ramah padaku.
Aku terkejut bukan main, anak sekecil Ryu di kemo? Kasihan sekali, Ya Allah. Mana keluarganya tidak ada lagi, terus, siapa yang menunggui balita ini? Huh, aku benar-benar geram pada Ayah dan Ibunya. Bisa-bisanya meninggalkan anak mereka sendirian di Rumah Sakit, kemana mereka?
"Sekarang?"
"Iya, sekarang."
"Tapi, orang tua Ryu belum ada yang datang. Bagaimana ini? Apa kuta lanjutkan?"
"Ya, mau bagaimana lagi? Apa harus menunggu ia parah kagi?"
"Baiklah. Mbak, kami ambil Ryu, ya? Terima kasih, sudah menenangkan Ryu."
Aku menganguk pelan, segera memberikan Ryu pada Suster Tasya.
"Sama-sama. Ryu, jangan rewel lagi, ya? Anak pintar tidak boleh rewel, harus semangat. Kayak Kakak, oke?"
Kucubit kembali pipi tembem Ryu, menyisahkan tanda merah di sana. Huaa, menggemaskan.
Aku jadi kepikiran Ryu, wajah anak itu sukses menarik perhatianku. Sepertinya, aku harus beritahu Kak Rey, dan meminta pendapatnya. Tapi nanti, setelah Ryu di kemo.
Sesaat kemudian, setelah Suster Tasya membawa Ryu pergi, seorang Suster bermata hazel datang menemuiku. Ia menatapku penuh selidik,
"Maaf, apa ini yang namanya, Rara?" tanyanya penuh selidik, ada sedikit keraguan di sana.
"Iya, ada apa, ya?"
"Itu, dicariin suaminya."
Hah, baru saja ditinggal sebentar, sudah bangun! Dasar suami merepotkan, entah apa lagi maunya. Sukanya bikin aku kesal setengah mati, tidak pernah mengerti keadaan istrinya. Aku, kan, juga butuh leha-leha.
***
"Kamu kemana aja, sih? Suami sakit, bukannya dijagain, malah ditinggalin!" Pak Bima mulai lagi dengan omelan-omelannya yang memekakan gendang telingaku."Rara keluar menghirup udara segar, bosan di dalam terus," ucapku datar, tanpa melihat atau sekedar melirik Pak Bima.
"Alasan!"
Hah, terserah lu, deh, Pak Bima! Aku sangat berharap, semoga Pak Bima cepat sembuh dan kembali beraktivitas, agar ia tidak selalu menggangguku. Dengan keadaannya seperti saat ini, aku malah merasa direpotkan. Sebenarnya aku tidak keberatan, tapi sikapnya itu, loh, bikin aku muak tambah stres!
"Tadi Ayah mencarimu, katanya ada hal penting yang ingin ia sampaikan."
"Ayah? Ayah mana? Ayahku atau Ayah Mertua?"
"Ayahmu, bodoh! Cepat, kamu temui Ayah. Tapi ingat, setelah ketemu Ayah, balik lagi ke sini."
"Iya, iya! Bawel!"
"Jangan memasang wajah seperti itu di depanku, ntar aku khilaf, baru tahu rasa."
"Terserah, deh. Rara mau menemui Ayah dulu, ingat, jangan coba-coba main mata sama Suster Ambar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
RomanceSINOPSIS: Sering menerima perlakuan tidak adil dari ibunya, membuat Rara tumbuh menjadi gadis tidak biasa. gadis cantik blasteran itu menjadi kebal rasa. Karena bandel, Rara sering mendapat teguran dari pihak sekolah perihal nilainya yang buruk dan...