Part 63

607 55 6
                                    

***

     "Dok ... Sebenarnya suami saya sakit apa? Kok, sampai pingsan begitu?" tanyaku saat bertemu dokter di ruangannya.

"Begini, Mbak. Setelah dilakukan pemeriksaan, suami Mbak hanya terkena demam biasa. Itu semua disebabkan oleh beberapa aspek. Salah satunya kecapean dan kurang istirahat. Tapi Ibu tenang saja, Pak Bima akan baik-baik saja. Saya akan buatkan resep obat dan vitamin untuk suami Mbak."

"Dok ... Benaran Suami saya tidak apa-apa? Sakitnya tidak parah, 'kan?"

"Iya, Mbak. Ia hanya butuh istirahat beberapa hari, Insha Allah segera pulih."

"Syukurlah. Makasih, Dok."

Hah ... Aku benar-benar lega mendengarnya. Setidaknya, suamiku itu tidak mengalami sakit serius. Jujur, aku tidak mau kalau ia kenapa-kenapa. Aku ... Sangat menyayanginya.

"Mbak ... Ini resepnya. Mbak bisa menebusnya di Apotik. Semoga suaminya cepat sembuh."

"Makasih, Dok. Aamiin."

Selepas ini, kuputuskan ke apotik dulu. Barulah mengabari Ibu dan Kak Rey.

***

     Pak Bima menatapku dari ujung kaki hingga kepala. Sepertinya, ia sedang kesal padaku. Tapi kenapa?

"Pak ... Kok, natap Rara begitu? Bikin merinding tahu gak."

Pak Bima mendelik kesal. Aish ... Apa yang terjadi dengannya?

"Pak ... Kenapa, sih? Rara salah lagi, ya?"

Kuputuskan mendekatinya. Perasaanku mulai tidak enak.

"Aissshhhh! Pak ... Kok, diam? Bicara sesuatu! Ngeselin, deh."

Hening. Suamiku itu sama sekali tidak bergeming. Kesambet, kah?

"Pak Bima! Kesambet, ya? Nggak ada badai nggak ada hujan, tiba-tiba marah-marah aja. Ngeselin tahu, gak!"

Tuh, 'kan? Pak Bima tidak menjawab. Ia kenapa, sih? Kalau sudah begini, aku ikutan kesal.

"Yaudah, kalau Pak Bima nggak mau jawab! Rara pulang ke rumah Ibu saja. Apa gunanya Rara di sini kalau dianggap patung?" ancamku sambil menghentakkan kaki di lantai, agar suamiku itu tahu kalau istrinya ini mulai kesal dengan tingkahnya.

"Kok, ngancam?" akhirnya, ia bicara juga.

"Yah ... Mau gimana lagi? Pak Bima ngeselin, sih!"

"Kamu tuh yang ngeselin! Dari tadi ditungguin nggak nongol. Darimana saja kamu?"

Apa? Ia marah hanya karena masalah itu? Aneh.

"Loh ... Pak Bima kok, jadi posesif begini, sih? Rara tuh habis dari apotik, nebus obat!" ucapku dengan ketus. Sebal.

"Eheheh ... Maaf, sayang. Kamu sih, ditungguin lama banget."

Hm ... Parah. Sepertinya kabel otaknya Pak Bima ada yang korslet. Lihat saja, bisa-bisanya ia begitu pada istrinya.

"Kebiasaan! Nih, vitamin sama obat. Minum sendiri, ambil air sendiri, tidur sendiri. Rara lagi kesal!"

Kuletakkan kantong plastik berisi vitamin dan obat-obatan tepat di sampingnya.

"Sayang ... Kok, jadi ngambek begini? Aku lagi sakit loh, yang," rengeknya sok menderita. Kelihatan banget capernya. Tadi marah-marah nggak jelas. giliran aku kesal, tiba-tiba jadi jinak. Dasar suami aneh! Untung aku sayang.

"Dasar manja! Tadi marah-marah, 'kan? Yaudah, lanjutin lagi marahnya!"

Tiba-tiba Pak Bima meraih pergelangan tanganku, lalu menariknya dengan cepat hingga aku jatuh tepat di dada bidangnya. Aissshh ... Kok, jadi deg deggan begini?

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang