RARA #17
***
"Ra, sudah belum? Lama benar!" teriak Pak Bima dari ruang tamu, cukup membuatku kesal. Aku paling malas terburu-buru dalam melakukan sesuatu, harus santai.Ia pikir, wanita ganti ini dan itu, gampang? Apalagi pas datang bulan begini, ribet tingkat dewa.
"Raraaaaa!" teriaknya lagi, sukses membuat emosiku naik.
Dengan napas memburu, aku menuruni tangga. Kudapati suamiku itu duduk santai di ruang tamu sambil ongkang-ongkang kaki, tangannya sibuk mengotak-atik ponsel.
"Hah, kamu lama benar? Sudah mau jam tujuh, nih." Pak Bima menatapku sekilas, berdiri dan memperbaiki kerak kemejanya.
"Pak Bima bisa sabar sedikit, gak? Lagian, kenapa harus buru-buru?" ucapku dengan emosi yang sudah di ubun-ubun.
"Loh, kok jadi marah-marah?" Pak Bima menatapku, ia tak bergeming sedikitpun.
"Pak Bima, sih!" gerutuku seraya mengentakkan kaki, kesal.
"Yeh, maaf. Ayo berangkat." ia langsung menarik pergelangan tanganku, cukup membuatku geram.
Sesuai janjinya, malam ini Pak Bima mengajakku jalan-jalan. Entahlah, aku pun bingung dengan suamiku itu, sekaligus bahagia. Dengan begini, semangatku untuk membasmi pelakor meningkat.
Kalau boleh jujur, semakin kesini aku semakin suka pada Pak Bima. Eh, Ralat. Maksudnya aku semakin simpati. Secara ia baik hati. Bukan begitu?
***
Ternyata Pak Bima mengajakku ke Mall, entahlah, aku hanya menurut dan ikut kemana ia pergi."Ra, menurutku ini cocok untukmu." Pak Bima memperlihatkan sepotong baju tipis terbuat dari kain sifon, dibilang piyama bukan, daster juga bukan. Bentuknya aneh, aku baru pertama kali melihatnya.
"Ini apa? Daster bukan, piyama bukan. Baju renang?" aku sengaja menerka-nerka, barangkali tebakanku tepat.
"Bukan, bodoh! Ini namanya lingerie, baju tidur khusus." jelas Pak Bima senyam-senyum aneh, membuatku sedikit curiga.
"Baju tidur khusus?" aku menautkan kedua alisku, cukup bingung dengan ucapannya. Masa iya, baju tidur khusus? Kan sudah ada piyama.
"Iya, baju tidur khusus. Khusus suami istri." ia menyeringai, kembali meletakkan baju tidur khusus yang katanya lingeria itu ke tempat semula.
"Oh, jadi Pak Bima juga bisa mengenakannya? Kan khusus suami istri." simpulku seraya berkacak pinggang, berusaha menahan tawa agar tidak pecah.
"Arrgghh, bodoh! Tahu, ah."
Tiba-tiba terlintas dibenakku sosok Pak Bima sedang mengenakan lingerie tersebut, berjalan kesana kemari bagai model peraga.
"Eh, bocah! Ngapain ketawa-ketiwi, ada yang lucu?" Pak Bima menyentil kepalaku, membuatku tersadar dari lamunan jahat tentang Pak Bima. Wkwkwk.
"Gak, kok. Pak Bima malam ini keren, bikin Rara jatuh cinta." Pak Bima langsung menyumpal mulutku dengan sepotong roti bekas gigitannya, hampir saja aku tersedak.
"Dasar modus!" ujar Pak Bima kembali melanjutkan langkah dan meninggalkanku yang masih melongo. Tega sekali ia, bagaimana jika aku tersedak? Awas saja.
"Pak Bima, tungguin Rara!" bergegas ku kunyah roti tersebut sembari berlari-lari kecil menyususl Pak Bima.
"Sini, bocah bodoh." Pak Bima mengapit leherku dengan ketiaknya, kembali memasukkan sepotong roti yang entah darimana ia dapatkan.
Aku memuntahkan roti tersebut, melepaskan diri dan memandang Pak Bima dengan geram.
"Kok rotinya tawar? Dapat dari mana?" tanyaku sembari menarik kerak kemejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
RomanceSINOPSIS: Sering menerima perlakuan tidak adil dari ibunya, membuat Rara tumbuh menjadi gadis tidak biasa. gadis cantik blasteran itu menjadi kebal rasa. Karena bandel, Rara sering mendapat teguran dari pihak sekolah perihal nilainya yang buruk dan...