***
Tepat pukul 04:00 dini hari, aku terjaga. Samar-samar aku mendengar kegaduhan di depan pintu. Lekas ku cek keberadaan Ayah, ia tidak ada di tempat. Tunggu, ini 'kan bukan ruangan tempat ayah dirawat. Sebenarnya aku dimana? Apa yang terjadi di sini? Kenapa aku tidak tahu?Karena penasaran, aku bergegas ke arah pintu dan mengintip keluar. Di luar sudah ada enam orang pria bertubuh kekar tengah memegang pistol. Di antara mereka ada Pak Bima dan beberapa orang perawat. Ada apa ini? Aku harus keluar.
"Pak Bima ... Ini kenapa?" tanyaku penasaran. Sontak Pak Bima terkejut dan langsung menarikku dalam pelukannya. Sebenarnya, apa yang terjadi di sini? Kenapa semua orang terlihat panik?
"Sayang ... Mbak Delta sudah berhasil dilumpuhkan," lirih Pak Bima sembari mengelus puncak kepalaku. Sesekali ia mengecupnya.
"Benarkah? Bagaimana caranya? Mana Mbak Delta?" jika benar Mbak Delta berhasil ditangkap, kenapa aku tidak melihatnya di sini?
"Kita masuk ke dalam, ya. Kita bicarakan di dalam,"
"Baiklah, ayo ...,"
Pak Bima menuntunku kembali ke dalam. Entah kenapa, perasaanku mulai tidak enak. Terlebih lagi, aku tidak melihat keberadaan Ayah.
"Pak ... Ayah mana, ya?"
Pak Bima tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum sambil mendudukkanku di pinggiran ranjang. Ku rasa, Pak Bima sedang menyembunyikan sesuatu. Sangat kentara dari raut wajahnya.
"Pak ... Ayah mana? Kenapa ia tidak di sini? Apa Ayah baik-baik saja?"
Pak Bima masih saja diam, seakan enggan menjawab pertanyaanku. Jika sudah begini, pasti terjadi sesuatu. Tapi apa?
"Pak ... Kenapa diam?"
Pak Bima meraih tanganku, lalu menggenggamnya dengan erat. Ah ... Perasaanku semakin tidak enak!
"Sayang ... Sebenarnya ...," Pak Bima menjeda kalimatnya, semakin membuat hati ini deg-deggan.
"Sebenarnya apa, Pak? Bicaralah, jangan membuat Rara takut!"
"Sayang ... Kamu yang sabar, ya?"
Deg! Maksud ucapan Pak Bima apa, ya? Sebenarnya apa yang terjadi?
"Pak ... Rara mohon, jangan buat Rara takut. Katakan, ada apa? Kenapa dengan Ayah? Dimana Ayah sekarang?"
Tiba-tiba, Pak Bima memelukku dan menangis tersedu-sedu. Ya Allah ... Apa yang terjadi?
"Ayah ... Sudah meninggal, sayang,"
JEDARR!
Seperti tersambar petir disiang bolong, begitulah perasaanku saat ini. Antara hancur, sedih, kecewa. Aku yakin, Pak Bima berbohong. Ayah tidak mungkin ... Meninggal. Semalam Ayah baik-baik saja! Ini tidak mungkin!
"Tidak! Jangan bercanda, Pak! Rara tidak suka!" teriakku dengan emosi menggebu-gebu. Aku tidak terima, Pak Bima sudah keterlaluan!
"Ini benar, sayang. Beberapa jam yang lalu saat kamu dan Ayah terlelap, tanpa sepengetahuanku Mbak Delta menyelinap masuk ke dalam ruangan VVIP dengan menyamar sebagai Dokter. Ia berniat membunuhmu dengan pistol. namun Ayah ... Ayah menghalau Mbak Delta, alhasil peluru itu menembus dada Ayah. Dan Ayah ... Ayah-" Pak Bima tidak melanjutkan ucapannya. Ia semakin mengeratkan pelukannya.
Aku syok, menangis tanpa suara. Ingin berteriak, aku tak mampu lagi. Tubuhku terasa lemas. Selanjutnya ... Semua gelap. Aku tidak ingat apa-apa lagi.
***
POV BIMASaat ini aku tengah berjaga di depan ruangan VVIP tempat Ayah Mertua dirawat. Kebetulan, istriku ada di dalam. Aku sengaja menempatkan mereka berdua dalam satu ruangan, agar aku bisa menjaga dan memantau mereka dari bahaya yang tiba-tiba menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
RomanceSINOPSIS: Sering menerima perlakuan tidak adil dari ibunya, membuat Rara tumbuh menjadi gadis tidak biasa. gadis cantik blasteran itu menjadi kebal rasa. Karena bandel, Rara sering mendapat teguran dari pihak sekolah perihal nilainya yang buruk dan...