Part 29

776 75 6
                                    


***
Aku dan Kak Rey mulai saling tatap, sama-sama bingung, bagaimana memulai percakapan dengan Ibu. Bukan hanya sekedar bicara, tapi ingin memberitahu Ibu tentang Ayah dan Mbak Delta.

"Ibu, ada yang ingin Rey sampaikan pada Ibu," kata Kak Rey tiba-tiba. ia sedikit ragu, terbukti, ia menyikut lenganku pertanda meminta bantuanku.

"Sampaikan saja, Rey." jawab Ibu lirih, ia belum benar-benar pulih, wajahnya pucat pasi mirip mayat.

Kak Rey melirikku sekilas, mengangukkan kepalanya perlahan. setelah itu kembali fokus menatap wajah Ibu. Ah, apa Kak Rey berani mengungkap penghianatan Ayah pada Ibu? Entah kenapa, aku malah khawatir nantinya Ibu akan syok. Pasti akan sangat berpengaruh pada kesehatannya.

"Bu, maafkan Rey, jika harus memberitahu ini. Ayah dan Mbak Delta, mereka selingkuh, bu. Rey tidak tahu kapan mereka menikah. jelasnya, Ayah punya anak lain selain Rey dan Rara. Namanya, Ryu." jelas Kak Rey mantap. Ia berusaha menetralisir hatinya, matanya mulai berkaca-kaca.

Aku dan Kak Rey menunggu reaksi Ibu, apa yang akan Ibu lakukan? Apa Ibu akan menggugat Ayah? Ya Allah, aku takut Ibu kenapa-kenapa.

"Ibu sudah tahu, Rey, Ra." tutur Ibu sendu, membuat kami terkejut bukan main. tidak lama kemudian Ibu memalingkan wajahnya ke arah lain. Tapi aku bisa melihat jelas, bulir bening merembes keluar membasahi pipinya.

"Ja..jadi, jadi Ibu sudah tahu? Tapi kapan, bu?" tanyaku tidak percaya, aku tidak bisa membayangkan semua ini. Ibu sudah tahu?

"Tepat sebelum kejadian itu. Sebelum berangkat kerja, Ibu dapat kiriman paket tanpa nama pengirim. Kalian tahu, apa isinya? Di dalam sana, ada beberapa lembar foto pernikahan Ayah dengan wanita itu."

Ya Allah, Ibu, aku tahu ia pasti sangat hancur. Pantas saja, sejak kami di sini, Ibu tidak pernah sekalipun menanyakan keberadaan Ayah. Ternyata...

"Lalu Ibu menyuruh Mang Udin membakarnya, 'kan?" tanyaku kembali.

"Rara, kamu tahu dari mana?"

"Dari Mang Udin, bu. Bukan hanya itu, Rara juga sudah menyerahkan rekaman CCTV di depan gerbang kepada polisi, sebagai petunjuk. Di dalam rekaman itu, Mbak Delta membuntuti mobil Ibu dari belakang."

"Kamu benar, Ra. Wanita itu sudah gila! Dan Ayahmu, pria laknat itu benar-benar biadab!"

Emosi Ibu mulai meledak-ledak, terdengar gesekkan kasar gigi-giginya.

"Bu, bagaimana dengan Ayah? Apa Ibu,"

Belum selesi aku bicara, Ibu langsung menyela.

"Ibu akan menggugat cerai penghianat itu! akan Ibu pastikan, Ayahmu, akan membayar lunas semua perbuatannya itu. Ibu benci, benci pada pria itu! Aaaarrrrggghhh!"

Perasaanku mulai tidak enak saat melihat perubahan mimik wajah Ibu. napasnya yang semula pelan mulai memburu, matanya melotot tajam, dan kedua tangannya dikepal kuat. Ibu marah!

"Ibu, tenang dulu, ya. Ibu harus istirahat, jangan banyak pikiran dulu."

"Ibu benci penghianat itu! Penghianat, penghianat, penghianaaaat! Aaaarrrgggggghhhhhh!"

Sontak aku dan Kak Rey terkejut saat Ibu mulai berteriak-teriak nyalang, membuat kami merasa panik dan takut terjadi apa-apa dengan Ibu.

Ibu mulai meronta-ronta seperti orang kesirupan, memaksa Dokter menyuntikkan obat penenang di atas kulitnya.

"Dok, Ibu saya kenapa? Kenapa ia tiba-tiba seperti itu?" tanya Kak Rey mulai menangis, ya, Kakakku itu berhati lembut dan gampang menangis.

"Untuk kalian berdua, tolong, jangan bicara atau membahas sesuatu yang memicu kemarahannya. Dokter Sarah terkena gejala depresi, jadi tolong, jangan memancing emosinya." jelas Dokter yang menangani Ibu.

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang