"Siapa yang datang, Tun?" tanya Eyang penasaran. Yaiyalah penasaran, siapa sih yang berani bertamu ke rumah orang malam-malam begini?
"Tidak tahu, Eyang. Seorang wanita, rambut keriting wajah berminyak. Begitulah hasil penglihatan saya, Eyang,"
"Hus! Kamu jangan bicara seperti itu, Tun. Ntar kalau ia dengar, gak enak."
Rambut keriting wajah berminyak? Emma? Masa, sih?
"Yaudah, kamu suruh masuk."
"Nggih, Eyang,"
Tidak berselang lama, Bi Tun datang bersama tamu yang dimaksud.
"Malam, Eyang ...," Emma langsung menyalami dan mencium punggung tangan Eyang, sukses menguji adrenalin jantungku.
Sekilas ku lirik Pak Bima, suamiku itu tertangkap basah sedang menatapku. Tiba-tiba, ia meraih dan menggenggam jemari ini dengan erat. seakan tahu hatiku tengah digulung emosi.
"Emma? Ternyata kamu, to? Ayo duduk. Tutun, bikinin Emma wedang jahe. Oh ya, Rara, kebetulan Emma ini pecinta wedang jahe, loh. Sama seperti Eyang, hehehe ...,"
Sialan! Mulai lagi deh. Jika sudah begini, lama-lama kesabaranku bakal habis.
"Ah, Eyang bisa aja. Emma dari kecil suka wedang jahe, loh. Selain enak, wedang jahe juga kaya akan manfaat. Iya 'kan, Eyang?"
Iwuh! Caper banget. Bikin tambah panas.
"Hmp ... Emma, kamu kok, bisa tahu rumahku?" tiba-tiba Pak Bima ikut nimbrung dalam percakapan receh mereka,
"Oh, itu? Eyang yang kasih tahu, Bima. Kebetulan aku lewat daerah ini, jadi sekalian aja aku mampir. Tidak apa-apa, 'kan?"
Tidak apa-apa bagaimana? Jelas mengganggu, bodoh! Huft ... Tahan, Rara.
"Ini 'kan sudah malam, tidak baik wanita keluyuran!" tegas Pak Bima semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Benar kata Pak Bima, apalagi bertamu di rumah orang pas malam begini." aku menyandarkan kepala di atas lengan Pak Bima. Entahlah, aku tidak mau jauh-jauh dari Pak Bima. Terlebih lagi ada Emma, bisa-bisa ia caper pada Pak Bima. Gak bakal!
"Rara ... Kok ngomongnya begitu?" Eyang menatapku, lalu menggeleng pelan.
"Eheheh ... Rara benar kok, Eyang. Ini 'kan sudah malam. Oh ya, Ra, aku ke sini tidak sengaja kok. Kebetulan aku lewat daerah ini, jadi sekalian singgah." Emma tersenyum lebar, kentara sekali ia berusaha menarik simpati Eyang dan juga Pak Bima.
Sesaat kemudian, Bi Tun datang sambil membawa nampan berisi segelas wedang jahe dan setoples kue kering.
"Minum dulu, Emma. Sekalian, kamu cicipi kue kering buatan Rara." Eyang mempersilahkan Emma minum wedang jahe dan mencicipi kue kering buatanku dan Eyang.
"Ini kue buatan Rara ya, Eyang?" tanya Emma mengambil kue kering tersebut dan langsung mencicipinya.
"Iya. Eyang yang bantu, kebetulan Rara ini baru belajar masak."
Aisssh! Eyang menyebalkan deh! Bisa-bisanya ia membeberkan kekuranganku pada pelakor itu? Bikin emosi saja!
"Jangan emosi, sayang. Tenang, ya?" bisik Pak Bima tepat di telingaku. Tahu saja ia, kalau aku lagi emosi tingkat tinggi.
Emma berhenti mengunyah, ia menatapku sambil tersenyum sinis. Sialan!
"Eyang ... Menurut Emma, kue buatan Rara ini kekurangan margarin. Jadinya agak keras. Harusnya ya, adonannya dibuat kalis. Kalau kental, bakal seperti ini. Keras!" kritik Emma pada Eyang, sangat terlihat kalau ia berusaha menjatuhkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
RomanceSINOPSIS: Sering menerima perlakuan tidak adil dari ibunya, membuat Rara tumbuh menjadi gadis tidak biasa. gadis cantik blasteran itu menjadi kebal rasa. Karena bandel, Rara sering mendapat teguran dari pihak sekolah perihal nilainya yang buruk dan...