Part 61

568 58 4
                                    


POV RARA

***
Seperti biasa, pagi ini aku uring-uringan di atas kasur setelah mengganjal perut dengan nasi dan saus terong buatan Bi Tun. Beberapa hari ini nafsu makanku mendadak naik. Aku yakin, bobot tubuh pun ikut meningkat karenanya. Bahkan Pak Bima mengataiku si kecil gendut anak si pinguin. Ada-ada saja.

"Non, di luar ada tamu." Bi Tun tiba-tiba muncul di hadapanku. Aku nyaris terkejut karenanya.

"Tamu? Siapa, Bi?" tanyaku keheranan. Bagaimana tidak? Akhir-akhir ini rumah Pak Bima sering kedatangan tamu. Bahkan, pernah datang seorang kurir pengantar pizza yang salah alamat. Kami sempat berdebat karenanya. Entahlah. Kurasa ada yang sengaja mengerjaiku.

"Itu, Non. Laki-laki yang kemarin."

"Siapa, sih?"

"Suaminya Emma, Non."

"Apa?!"

Pria itu lagi! Mau apa ia ke sini? Mau mencari suamiku dan mengajaknya berdebat? Suami istri sama saja. Sama-sama suka mengacaukan kedamaian rumah tanggaku.

"Yaudah, Bibi ke bawah dan tanyakan tujuannya datang ke rumah ini."

"Baik, Non."

"Oh ya, Bi, katakan padanya kalau Rara nggak enak badan dan nggak mau bertemu siapapun."

"Oke, Non."

Sepeninggal Bi Tun, lekas kuambil ponsel di atas nakas dan menghubungi Pak Bima. Biarkan saja ia yang mengurus suami si Emma itu. Kesal sekali rasanya.

Tidak berselang lama, Bi Tun kembali menemuiku. Kali ini ekspresinya lain dari biasanya. Sepertinya, Bi Tun sedang panik. Tangannya sampai gemetaran.

"Bi ... Ada apa? Kok panik?" aku beranjak mendekati Bi Tun. Aku yakin, ada yang tidak beres.

"Non ... Pria itu, pria itu ingin bertemu Non langsung. Dia--" Bi Tun menggantung kalimatnya, semakin membuatku penasaran sekaligus gelisah.

"Dia kenapa, Bi?"

"Non ... Suami si Emma itu marah-marah. Bahkan ia mengancam Bibi. Ia bawa ... Ia bawa senjata tajam, Non. Bagaimana ini? Sementara ia mau bertemu Non langsung. Bibi takut kalau pria itu berbuat hal yang tidak-tidak pada Non. Saran Bibi, cepat telepon Den Bima. Non jangan langsung menemuinya."

Aissshh! Tambah-tambah urusan saja.

"Tidak apa-apa, Bi. Rara baru saja menelpon Pak Bima, kemungkinan ia sudah dalam perjalanan. Rara akan menemui pria itu."

"Non ... Bibi mohon, jangan lakukan itu. Lebih baik Non di sini saja, biar Bibi yang urus pria itu."

"Sudahlah, Bi. Santai aja, ya. Tenang."

"Tapi, Non--"

Aku tidak mengindahkan saran Bi Tun. Kurasa ini lebih baik daripada membiarkan suami si pelakor itu datang dan mengobok-obok emosiku.

***
Dengan santai kulangkahkan kaki menuju ruang tamu. Di sebelah sana, Prass menatapku dengan napas memburu. Dikiranya aku tulang? Dasar an***g.

"Ada apa menemuiku?" tanyaku to the point. Prass menatapku tidak suka, sementara aku menanggapi tatapannya dengan santai. Dikiranya aku takut apa?

"Baiklah ... Mumpung aku sudah bertemu kamu, aku akan sampaikan apa tujuanku menemuimu. Oh ya, kamu benar istri Bima, 'kan? Kuharap itu benar. Heran saja, seorang Bima beristrikan seorang bocah labil yang seharusnya masih mengenyam bangku sekolah. Atau jangan-jangan, kalian terlibat ... Maaf, perzinahan?"

Brengsek! Prass merendahkanku? Mulutnya pengen dirobek rupanya. Seenaknya saja mengataiku seperti itu, seakan aku ini murahan.

"Apa maksud anda? Jangan asal bicara, ya."

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang