vain sacrifice?

1.3K 179 34
                                    

Dia merasakannya lagi, di bawah tangisan langit, dia atas tanah yang berperan menjadi tempat istirahat terakhir dari segala fana, kehilangan itu ada di depannya.
=============================






Suara ketukan sepatu terdengar samar di ujung koridor rumah sakit yang sepi, suaranya tenggelam dengan derasnya hujan. Entah sejak kapan langit meneteskan airnya. Rizky di sana berjalan dengan wajah tegang, menghampiri empat orang yang terlihat tertunduk di depan ruangan sang oma.

"Bagaimana dengan oma?" Tanyanya dengan suara serak yang begitu kentara, Ina melihatnya, perempuan itu melepas peluakan Satria menghampiri sang adik.

Plak

Rizky mengepalkan tangannya, rahangnya terlihat mengeras saat tangan saudaranya itu lagi-lagi mendarat di pipinya.

"Ina!" Suara peringatan sang mama tak digubris olehnya

"Masih ingat ke sini, huh?!" tanya Ina dengan suara yang bergetar

"Apa gadis itu menolak mu lagi?!"

Rizky diam, menahan gejolak amarah dalam dirinya.

"Oo.. atau dia di jemput oleh tunangannya, dan meninggalkan mu seperti orang bodoh?!"

Rizky melihat ke arahnya, menatap tajam kakak perempuannya itu.

"Kenapa, apa aku benar?"

Rizky mengalihkan pandangannya, tidak tahu harus berekspresi seperti apa saat perkataan kakaknya itu benar adanya.

Ya, dia mengejar gadis itu,

Lalu setelahnya apa? dia hanya seperti orang bodoh melihat orang yang di cintainya pergi dengan tunangannya.

"Kau bahkan melewatkan apa yang terjadi tadi" perkataan Ina kembali mengambil atensi nya, tanpa menoleh  menatap kakaknya itu, dia mendengar dengan jelas setiap perkataan yang terlontar dari mulut kakak nya.

Syifa menatap awas ke arah Ina, tidak jangan sampai dia mengatakan apa yang terjadi tadi.

"Kau bahkan membuat seseorang-"

"Kak Ina" Syifa memotong perkataan Ina, membuat Rizky menatap mereka penasaran. Meski tak menangkapnya dengan jelas, tapi dia masih bisa melihat tatapan kecewa sekaligus sakit di wajah kakak nya itu saat mendapati Syifa yang menggeleng kecil.

"Ada apa?" Rizky bertanya datar, mengedarkan pandangannya ke arah empat orang di sana. Mungkin akan mengherankan, melihat hanya mereka berlima di sana, bahkan keluarga dari Satria tidak ada. Tapi itu memang sengaja di lakukan untuk mengecilkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Ya walaupun kejadian hari ini tidak bisa di katakan akan luput dari media.

"Katakan ada apa?" Rizky kembali bertanya

"Ky" suara mama Ika membuat Rizky mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang sedari tadi tertunduk di samping Syifa

"Masuklah nak, oma ingin bertemu dengan Rizky"

Rizky mengangguk masuk ke dalam ruangan sang oma, mendapati seorang dokter yang sedang memeriksa wanita yang terbaring lemah di atas brankar rumah sakit, dan dua orang suster yang sedang memeriksa bedside monitor omanya.

"Dok"

Dokter setengah baya itu mengalihkan pandangannya, menatap Rizky dengan senyum kecil yang teramat samar di bibirnya.

"Bicaralah" dokter itu menepuk bahu Rizky pelan

"Jangan katakan tidak pada permintaannya" ujarnya lagi, membuat kerutan samar di keningnya namun tak urung mengangguk kecil. Sang dokter dan kedua suster tadi meninggalkan Rizky dan sang oma. Rizky melangkah mendekati brankar oma Ning, menatap sendu kearah wanita paruh baya itu, tangannya bergerak merangkum tangan omanya yang bebas dari jarum infus

Only one (End)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang