Part 8

33 17 2
                                    

"Tuhan saja yang Maha baik tidak menyukai orang sombong, apalagi manusia yang penuh dengan kemunafikan."

Esa Mahendra

🐋🐋🐋

Saat bel pulang berbunyi, Esa bergegas merapikan buku-buku serta alat tulisnya, lalu bergegas untuk pulang karena takut hujan turun. Ia tak mau harus berteduh dalam waktu yang lama, dan meninggalkan ibu nya sendirian dirumah dengan perasaan cemas.

"Sep, gua duluan ya. Takut keburu hujan." Ucap Esa sambil menjabat tangan Septihan. Memang kebiasaan mereka bila bertemu, dan berpisah pasti akan bersalaman atau melakukan tos.

"Oke Sa, hati-hati ya." Ucap Septihan, membalas jabatan tangan Esa.

Esa buru-buru keluar kelas, dan tak sengaja ia melihat Elsa yang duduk di depan kelas. Ia ingin bertanya, tapi diurungkan karena langit sudah mulai gelap. Seperti nya hujan besar akan melanda kota ini.

Esa berlari ke parkiran sepeda. Lalu dengan cepat ia menaiki sepeda nya dan segera mengayuhnya.

Akhirnya Esa sampai dihalaman rumah nya, lalu melihat ibu nya sedang mengangkat pakaian. Setelah memarkirkan sepeda nya, Esa buru-buru membantu ibu nya.

"Sini bu, Esa bantu. Ibu dirumah aja, nanti Esa bawain ke dalam pakaiannya." Ujar Esa.

"Iya Sa, cepetan ya. Takut keburu hujan."

Sambil masih menggendong tas nya, Esa mengangkat seluruh pakaian yang tadi pagi ibu nya jemur.

"Nih Bu, Esa taruh mana?" Tanya Esa. Ia bahkan tak bisa melihat jalan di depannya, karena pakaian menghalangi matanya.

"Sini, Ibu bantu. Kamu pasti cape Sa. Mandi dulu sana, habis itu makan ya." Ucap sang Ibu.

Esa menaruh pakaian tadi di kursi ruang tamu. Lalu pergi ke kamar nya.

🐋🐋🐋

"Aduhhh... Cape banget sih hari ini." Keluh Esa sambil memandang keluar jendela.

Tak mau membuat ibu nya menunggu, ia lalu mandi setelah itu Sholat Ashar lalu ke meja makan menghampiri ibu nya.

"Nih Sa, makan yang banyak ya." Ucap sang ibu sambil menepuk bahu Esa.

Sebagai anak satu-satunya, Esa tentu saja bagai permata didalam hidup ayah, dan ibu nya. Orang tua nya sebisa mungkin memenuhi kebutuhan Esa walaupun keadaan ekonomi mereka menengah ke bawah.

"Bu, bapak hari ini pulang tidak?" Tanya Esa sambil melahap makan sore nya.

"Tidak kata nya Sa. Tadi ibu telpon, bapak bilang kalau bos nya baru saja membeli tanaman baru untuk ditanam. Jadi bapak sama yang lain harus segera menata nya." Terang sang ibu sambil menyiapkan alat untuk menyetrika baju.

"Oh gitu Bu. Terus kabar Bapak gimana Bu? Udah lebih dari seminggu Bapak gak pulang."

"Kabar Bapak baik kok Sa. Kan disana sudah terjamin makan, serta kamar nya."

"Tapi Esa pengen ngobrol santai sama Bapak."

"Iya, sabar ya Sa. Kan Bapak sedang usaha untuk kita." Ucap Ibu sambil tersenyum.

Esa memang selalu seperti itu. Rasa rindu pada ayah nya kadang membuat ia sampai tak bisa tidur. Ia terlalu menyayangi kedua orang tua nya.

Esa menyelesaikan makan nya lalu merapihkan nya, dan bergegas ke kamar nya untuk belajar.

"Tugas hari ini cuman dari Pak Budi." Ucap Esa kepada diri nya sendiri.

"Ide nya Septihan boleh juga. Gua aja gak kepikiran buat adain acara nikah massal. Kayak nya bagus, dan unik. Ditambah semua anggota kelompok sepertinya setuju, bahkan Elsa." Pikir Esa.

Ia jadi teringat saat Septihan di bentak, dan di cemooh oleh orang lain karena ide nya yang unik.

Septihan, sahabat nya memang bisa disebut orang yang pemalas, bodoh, boros, merepotkan, berisik, dan banyak kata umpatan lain yang cocok untuk nya. Tapi ia memang memiliki ide-ide yang sangat jarang orang pikirkan.

Dan Esa tahu pasti, tujuan di bentuk nya kelompok belajar itu untuk melatih kita supaya bisa menghargai orang lain, menghormati nya, tidak mencemooh ide nya, dan masih banyak lagi.

Orang yang merasa "dirinya pintar" kebanyakan berpikiran sempit, egois, tak ingin orang lain menandingi nya. Intinya Ia harus menjadi pusat perhatian.

Jika ada orang lain yang lebih darinya, ia pasti akan berusaha untuk menjatuhkan nya bagaimana pun cara nya. Sungguh Esa tidak mengerti pada orang yang ingin menjadi pusat dunia itu.

Tuhan saja yang Maha Baik tidak menyukai orang sombong, apalagi manusia yang penuh wajah kemunafikan.

Big Hug

sahaa__

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang