Part 18 - Fakgirl

21 13 3
                                    

Hari sudah pagi, matahari sudah terbit. Keadaan yang gelap gulita kini terang benderang. Elsa bangun dari tidurnya, lalu segera ke kamar mandi. Ia harus cepat-cepat bersiap, agar tak membuat Dewa menunggu lama.

Elsa melihat penampilan nya di cermin, lalu notifikasi di ponsel nya muncul. Ternyata dari Dewa

Dewa : Morning Princess. Tunggu aku ya.

Pesan Dewa membuat ia tersenyum. Ia tak membalas pesannya, karena terburu-buru turun kebawah untuk sarapan.

"Bibi... jaket yang waktu itu Elsa suruh cuci ada dimana ya?" Tanya Elsa saat ia menuruni tangga.

"Ada nih Non. Di tempat setrikaan, udah rapi. Mau bibi ambilin?" Tawar sang bibi, karena melihat majikan nya terburu-buru.

"Iya boleh deh bi. Elsa lagi buru-buru." Elsa berlari ke ruang makan. Lalu menyapa Mommy Daddy nya.

"Morning Mom, Dad!" Sapa Elsa dengan semangat. Berbeda sekali dengan ia yang kemarin pulang sekolah.

"Morning! Kok kamu tumben udah rapi? Biasanya Mom harus bangunin kamu dulu." Tanya sang ibu keheranan sambil menyiapkan sarapan.

"Dewa mau jemput. Jadi kalau Dewa udah datang, dia gak usah nunggu Elsa. Biar bisa langsung berangkat."

"Terus kamu udah Sholat Subuh belum?" Tanya sang Daddy menyelidik. Ia merasa tak becus menjadi seorang ayah, karena sudah membiarkan anak nya lalai dalam sholat.

"Hehehehe, belum Dad." Ucap Elsa takut-takut, "Elsa lupa."

"Sholat kamu lupain, sedangkan Dewa datang menjemput, kamu tak lupa!? Daddy gak ngerti lagi sama kamu Elsa Safira Malik!" Ucap sang Daddy marah. Elsa sudah menebak hal ini akan terjadi. Bukan sekali dua kali hal seperti ini terjadi. Bisa dikatakan cukup sering. Dan entah kenapa Elsa tak bisa berbohong.

Elsa tahu, bahwa sholat sudah menjadi kewajibannya. Tapi entah kenapa ia merasa tak bersalah ketika meninggalkan kewajibannya. Apakah ini tanda-tanda bahwa hati nya sudah keras dan mati? Apakah faktor lingkungan yang mempengaruhinya? Tapi Mommy Daddy nya sangat rajin beribadah. Apakah faktor pertemanan? Apakah faktor lain?

Elsa terdiam sambil menatap sarapan nya. Walaupun Daddy nya seperti itu. Ia sungguh menyayangi Elsa. Ia tak bisa membiarkan Elsa terus menerus seperti ini.

"Kalau seperti ini terus, Daddy bakal kirim kamu ke Bogor. Kerumah Omma sama Abah." Ucap Daddy dengan tenang. Tapi Elsa bisa merasakan sinyal bahaya dalam tubuh nya berbunyi. Ia tak mau di pindahkan ke Bogor. Elsa tak ingin berpisah dari teman teman nya di sini. Elsa tak ingin diatur-atur oleh Omma dan Abah nya.

"Jangan Daddy... Elsa janji deh ini yang terakhir." Ucap Elsa memelas menampilkan raut muka sedih dan puppy eyes andalan nya. Biasanya Daddy akan luluh sebentar lagi.

Satu...

Dua...

Tiga...

"Oke, tapi ini yang terakhir. Kalau tidak, Daddy bakal kirim kamu ke Bogor, lalu Daddy bakal laporin ke Omma sama Abah bagaimana kelakuan kamu disini." Ucap Daddy, final. Elsa meneguk ludah kasar. Puppy eyes nya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Biasanya Daddy hanya akan menghela nafas lelah.

"Iya deh. Elsa janji ini yang terakhir. Tapi beliin Elsa mukena sama sajadah baru dong."

"Mukena kamu sudah ada satu lemari penuh, sayang. Masih pada bagus pula." Ucap sang Ibu.

"Tapi Elsa mau yang baru. Mommy Daddy bahkan beliin barang elektronik baru tanpa Elsa minta. Masa Elsa minta mukena baru ditolak." Ucap Elsa sambil tersenyum miring. "Kalau gitu, Elsa bakal bilang ke Omma sama Abah, kalau Mommy Daddy selalu manjain cucu cantik nya ini." Elsa mengancam kedua orang tua nya sambil menahan tawa.

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang