Part 79 - Segera

10 4 0
                                    

Esa masih saja duduk diam menunggu Elsa, sambil menengadahkan kepalanya memandang langit gelap yang diselimuti banyak bintang. Sesekali ia menyeruput coklat panas nya yang tinggal sedikit lagi, tapi Elsa belum saja kembali.

Degup jantung nya bergerak kian cepat, rasa khawatir juga resah merasuki dada nya secara perlahan. Sudah 20 menit ia menunggu, tapi Elsa belum juga selesai. Akhirnya dengan rasa sedikit terguncang Esa bangkit—berniat menyusul Elsa, tapi getaran di saku celana nya membuat ia terhenti.

Natalia memanggil...

Dengan segera Esa menjawab panggilan itu, dan langsung disuguhi teriakan cempreng dari orang di seberang sana.

"Elu tuh sama Elsa ngomongin apaan sih hah!? Lama banget! Gua juga ada urusan sama Elsa. Ini tentang hidup dan mati gua." Begitulah kata-kata yang pertama kali masuk ke telinga Esa, sesaat setelah ia menekan tombol hijau.

Kerutan di kening Esa terlihat, bingung bukan main. Kenapa Natalia malah menghubunginya ketimbang langsung menelpon Elsa, pasal nya Natalia sangat jarang kali berkomunikasi dengan nya lewat media sosial. Entah mengapa degup jantung Esa bertambah cepat, rasa khawatir makin membumbung tinggi—membuat kepala nya seketika panas.

"Haloo..." Kata Natalia memastikan jika Esa masih tersambung dengan nya.

"Kenapa gak telpon langsung aja sama orang nya?" Tanya Esa dingin, tangan nya mengepal erat di samping tubuh.

"Udah puluhan kali gua telpon dia tapi gak diangkat. Tadi dia bilang bentar lagi bakal telpon balik ke gua, tapi sampai sekarang belum ada juga." Terang Natalia yang malah membuat kepala Esa semakin memanas.

Langkah Esa bergegas menyusul Elsa cepat, dengan tangan kanan yang masih menggenggam erat ponsel di telinga nya, "Jam berapa elu terakhir hubungi dia?" Tanya nya sambil mencoba mengatur napas nya.

"Hmmm...sekitar 20-25 menit yang lalu."

Sial

Seharus nya Elsa sudah kembali sedari tadi. Teman nya itu tidak pernah berlama lama apalagi berada dikamar mandi, ditambah suasana malam begini. Elsa pasti menuntaskan urusan nya dengan cepat. Tapi argh....

Esa bodoh

Kenapa bisa ia sampai kecolongan seperti ini

"Sa...elu ngapain sih? Kok kaya ngos-ngosan begitu?" Tanya Natalia yang kentara dengan nada khawatir nya.

Persetan dengan panggilan Natalia yang terus terdengar di telinga nya. Esa lebih memilih mempercepat langkah kaki nya, hingga akhirnya ia tiba pada pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Tak ada siapapun, kosong.

Elsa tidak terlihat dimanapun, tapi bekas bercakan air di wastafel membuat batin nya yakin jika Elsa memang disini tadi. Tak mendapat kan hasil apapun, akhirnya Esa mendekat pada wastafel. Bercermin—memandang diri nya yang begitu bodoh bercucuran keringat di malam hari. Degup jantung nya masih terasa cepat, tangan nya berkeringat dingin, bahkan kepala nya masih terasa panas.

Argh....

Ingin rasa nya ia meninju pantulan diri nya di cermin, sembari memaki diri sendiri. Tapi tentu sekarang bukan waktu yang tepat, Elsa nya lebih penting dari apapun itu. Sambil menarik napas dalam-dalam Esa menggenggam erat pinggiran wastafel untuk menahan amarah nya.

Tidak ada waktu untuk berdiam diri seperti ini, jadi Esa dengan cepat berbalik—melangkah keluar sebelum kaki nya terasa menginjak sesuatu.

Handphone Elsa

Tergeletak begitu saja di lantai kamar mandi yang dingin. Ia mengambil nya cepat, terdapat banyak sekali panggilan tak terjawab dari Natalia. Esa mengerutkan kening nya—bingung. Bagaimana handphone ini bisa disini tapi pemilik nya tak ada, ya pasti tentu saja terjatuh atau tertinggal. Mungkin saja Elsa tidak menyadari jika handphone nya jatuh, lalu kembali ke kamar nya dengan segera untuk menelpon Natalia.

Tapi bukan kah seharus nya Elsa kembali lagi mencari ponsel nya yang hilang. Berbagai macam kemungkinan terus bermunculan di otak cerdas Esa. Sembari menggenggam erat ponsel itu, ia melangkah dengan cepat kerumah Omma, dan Abah untuk memeriksa kamar Elsa.

Baru saja diri nya menapakkan kaki di teras, suara lembut Omma terdengar, "Kamu mau kemana hmm?" Tanya nya.

"Mau ke kamar Elsa sebentar." Jawab Esa sembari menunjukkan ponsel Elsa. Omma menggangguk cepat, membuat langkah Esa semakin mantap. Mencoba tidak menghiraukan pandangan penasaran Abbah yang baru saja tiba, Esa terus melenggang pergi.

🐋🐋🐋

"Kamu dimana Moo.... Astagaaa...." rasa gusar Esa semakin lebih menjadi-jadi saat melihat kamar yang ditempati Elsa tertata rapi, hanya ada sebuah handuk agak basah diatas kasur, juga gorden yang masih tersingkap sedikit. Tak ada tanda-tanda jika Elsa sudah kembali.

Sembari memejamkan mata nya Esa lantas menarik napas dalam-dalam agar bisa sedikit berpikir lebih jernih. Otak cerdas nya memikirkan segala tempat yang kemungkinan Elsa datangi, sendirian dengan berani—tanpa diri nya.

Tak ada

Nihil

Elsa tidak berani kemana pun sendirian jika tidak bersama Esa, atau Omma dan Abbah. Hingga pikiran-pikiran buruk kembali bermunculan di kepala nya, membuat Esa merutuki diri nya sendiri.

Handphone di lengan nya bergetar menandakan ada panggilan masuk—Natalia. Dengan cepat Esa menjawab nya, "Elsa gak ada dikamar nya."

"JANGAN BERCANDA SAMA GUA SAAA, SUMPAH GAK LUCU BANGET KALIAN BERDUA JAHILIN GUA!" Teriakan tak terima memekakkan gendang telinga Esa.

"Demi Tuhan, Nath. Gua udah di dalem kamar Elsa tapi dia gak ada disini." Terang nya.

"MAKIN GAK LUCU SA BERCANDA NYA, MANA SI CECUNGUK SATU ITU HAH!? BERANI BERANI NYA KALIAN JAHILIN GUA YA!" Natalia ternyata masih mengira jika ini adalah sebuah lelucon.

"Sekali lagi Nath, Demi Tuhan Elsa gak ada disini." Terang Esa sekali lagi dengan penuh nada penekanan.

Hening cukup lama tercipta diantara kedua nya, Natalia masih diam—begitu syok hingga tak mampu mengeluarkan kata-kata. "Elu jangan coba-coba buat ikut kesini untuk bantu nyari." Ucapan terakhir dari Esa sebelum menutup telepon nya kemudian berjalan keluar. Berusaha terlihat biasa saja—seakan tidak ada hal aneh yang terjadi.

Mengambil kunci mobil yang tergantung di dekat pintu, serta jaket kulit hitam nya. Berjalan dengan penuh amarah menuju mobil yang terparkir di depan sana.

Sedangkan di sisi lain

"Kau yakin ingin melakukan ini?" Tanya seorang pria dengan hati-hati karena takut sang lawan bicara malah menganggap nya lancang.

Sebuah seringai tercipta di sudut bibir itu, "Iya semua harus berakhir sekarang kan." Jawab nya kelewat tenang seakan tidak terjadi apa-apa.

"Tapi—"

"Sudah lah, ikuti saja. Tiap cerita yang dimulai memang harus memiliki akhir." Sambung nya sembari menghisap rokok di jari nya.


Big Hug

sahaa__




KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang