Part 25 - Suara Menenangkan

17 12 2
                                    

Malam telah tiba. Ditemani gemuruh angin kencang, hujan yang lebat, serta suara petir yang menggelegar. Seakan mengamuk. Menghukum semua manusia yang ada di bumi untuk sementara.

Terlihat seorang laki-laki masuk kedalam rumah mewah dengan keadaan basah kuyup. Mungkin ia tidak mau membuang-buang waktu untuk berteduh. Lebih baik sampai lebih cepat walau mengundang maut. Laki-laki itu berjalan dengan angkuh. Dengan langkah kaki yang tegas, dan lebar. Raut wajah yang keras, dan dagu yang dinaikkan. Dia adalah penguasa di rumah ini. Semua orang wajib patuh pada nya.

Dia tidak banyak berbasa-basi. Tak ada seorang pun yang berani menegurnya, menanyakan apakah ia baik-baik saja sehabis kehujanan?

Dia berjalan menuju ruang tamu, dan akhirnya menemukan orang yang ia cari, "Ambil data di sampah ini lalu kirimkan pada saya. Saya tunggu paling lambat besok pagi!" Titah nya dengan tegas dengan penuh nada ancaman.

"Baik, tuan muda." Ucap orang itu sambil menunduk patuh lalu pergi.

Dengan tangan terkepal kuat, dan baju yang basah kuyup, ia bersumpah dan berjanji pada langit yang mengamuk malam ini bahwa ia tak akan kehilangan seseorang lagi.

🐋🐋🐋

Sehabis Dewa pulang, Elsa buru-buru naik ke kamar. Lalu mandi, berendam air hangat dengan lilin aroma terapi, dan musik jazz mungkin bisa membuat ia tenang. Begitu banyak hal yang terjadi hari ini.

Langit sudah mulai gelap, dan Elsa terkejut. Ia terbangun dan masih berada di dalam bathtub. Ia terkejut lalu berlari ke kamar, tergesa-gesa memakai pakaian setelah itu meringkuk di kasur. Suara petir terdengar sangat keras. Ia tak berani keluar dari selimut. Biasanya jika seperti ini Daddy dan Mommy nya selalu datang ke kamarnya. Memeluk nya erat. Membicarakan sesuatu yang membuat pikiran nya teralihkan. Tapi Dewi Fortuna tidak sedang berpihak padanya.

Ia meringkuk seperti bayi dalam kandungan. Menutup telinga nya rapat-rapat. Menahan tangisnya yang akan meledak. Ia membekap mulutnya sendiri. Kepanikan hanya akan membuat nya merasa lebih buruk. Tapi ia tak bisa apa-apa. Ketakutan nya begitu menjadi saat sebuah pohon di dekat rumah nya terdengar tumbang. Ia menutup mata nya rapat-rapat, sampai harus menggigit selimut dan menggenggam selimut tebal itu dengan erat.

Ia tak bisa seperti ini terus. Ia harus mencari teman, tapi ia tak berani ke bawah untuk menghampiri para pembantu nya. Jika seperti ini Elsa bisa mati konyol.

Dengan keberanian yang masih tersisa secuil didalam dirinya. Ia meraba nakas disamping kasurnya berharap iPad nya berada disana. Terdengar suara benda jatuh berkali-kali. Tapi Elsa tak peduli.

Setelah meraba-raba nakas tanpa melihat, akhir nya ia menemukan benda persis talenan itu. Baterai nya masih full. Untung saja keberuntungan masih berada sedikit di pihaknya. Elsa berusaha menelpon Daddy dan Mommy nya tapi tak di angkat.

Entah telpon yang ke berapa kali akhirnya Mommy nya menjawab, dengan suara yang gemetar menahan tangisnya Elsa berbicara,

"Mommyyyy, Elsa takut,"

"Mommyyyy sama Daddy cepetan pulang,"

"Elsa gak berani ke bawah nemuin Bibi,"

"Elsa dikamar sendirian,"

"Elsa takut Mom,"

"Hiks...hiks...hiks... Mom cepetan pulang ya."

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang