Part 68 - Keyakinan

7 7 0
                                    

Hari sudah malam, saat Esa baru saja mengantarkan Elsa pulang. Kini waktu nya ia berlatih bersama Ferdinand. Teman nya itu memang sudah mempersiapkan segala hal jika nanti nya terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

Esa turun dari motor nya, memandang sebuah rumah mewah tepat di depan nya. Para penjaga yang sudah mengenal nya, menundukkan kepala—bersikap hormat. Esa tersenyum tipis membalas nya, kemudian berjalan masuk ke sebuah ruangan yang sudah seminggu ini rutin ia datangi setiap malam.

Baru saja Esa masuk, sebuah tawa keras terdengar. "Kemana semua pelajaran yang udah gua ajarin, hah? Masa di tonjok gitu doang udah mundur tuh badan." Ujar Ferdinand meremehkan.

Esa hanya tersenyum sembari mendekat pada Ferdinand yang sedang bermain biliar seorang diri. Tampak tenang juga misterius secara bersamaan. Esa memandang sekitar. Tidak biasa nya Ferdinand mengatur penerangan menjadi remang seperti sekarang, bahkan tidak ada seorang pun di ruangan ini kecuali mereka berdua.

"Mata-mata elu emang sialan ya. Dia gak bisa jaga mulut dikit aja." Balas Esa.

Ferdinand tertawa lagi, kemudian melanjutkan permainan nya. Berpindah posisi, "Kenapa gak lawan aja?" Tanya nya.

"Belum waktu nya." Jawab Esa tenang.

"Jangan sok suci kayak dulu. Buat dosa sesekali lah. Asal jangan ketagihan aja kayak gua, hahahaha...." Lanjut Ferdinand.

Esa hanya diam sambil memperhatikan permainan Ferdinand. Ia bersandar pada tembok di belakang nya. "Kemana yang lain?"

"Beli makan bentar." Jawab Ferdinand sebelum bola terakhir nya masuk ke dalam lubang. Ia tersenyum puas, kemudian mendekat pada sebuah lemari es mengambil dua kaleng minuman bersoda. "Gua lupa cara menjamu tamu yang baik, dan benar."

Ia menyerahkan yang satu nya pada Esa, "Anggap aja rumah sendiri." Ucap nya singkat kemudian berbalik, lalu memainkan ponsel nya dengan serius.

Esa duduk di sebuah sofa tepat di samping Ferdinand, "Bukan gitu cara menjamu tamu."

"Hust... Itu cara gua selaku tuan rumah berlaku."

Esa menegak minuman nya pelan, "Tumben nih ruangan remang-remang. Biasa nya elu protes."

Ferdinand tersenyum, "Ini gara-gara Natalia. Dia suka lampu kayak gini. Kata nya bikin suasana tenang, juga hangat. Dan ternyata benar."

"Udah sejauh mana hubungan elu?" Tanya Esa lagi.

"Gua bingung sama tuh cewek. Gua udah kodein, bahkan kode keras. Tapi dia masih belum nangkep, Sa. Gua gemes lama-lama. Pengen gua cekik aja dah, sambil teriak di kuping nya gua suka sama elu."

Esa tersenyum mengejek, "Tapi itu kan yang elu suka."

"Iya...aneh banget kan gua. Kenapa selera gua berubah gini? Biasa nya gua anti banget sama cewek lemot gitu. Elu liat kan mantan-mantan gua yang dulu, semua nya pinter Sa. Tapi Natalia...Argh!"

"Kayak nya gua kena pelet." Sambung Ferdinand sambil mengacak rambut nya asal.

"Tapi tiap gua baca ayat kursi kok elu gak pernah kepanasan ya." Balas Esa.

Ferdinand melotot tajam, bahkan tangan nya sudah mengepal kuat, "Sialan. Gua cuman becanda."

Seketika hening, mereka sibuk dengan pikiran juga keadaan hati masing-masing.

Esa jadi berpikir, kenapa ia tidak membalas Dewa tadi? Ia sudah berlatih, jadi bukan masalah besar jika ia melawan. Bahkan Esa sudah bisa melawan kaki tangan Ferdinand, walaupun belum cukup mahir. Esa merasa ada sesuatu yang menahan nya? Tapi apa? Ia menyentuh luka di sudut bibir nya yang sudah di obati oleh Elsa tadi.

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang