Part 38 - Tembakan Kedua

21 9 0
                                    

Esa membuka pintu perlahan, dibelakang nya sudah ada Septihan, dan Natalia yang membawa banyak sekali buah-buahan dan makanan. Entah mereka beli dimana tadi, padahal saat kesini, Esa tak melihat barang-barang itu.

Ia menekan kenop pintu sembari mengucapkan salam, terlihat sang Ibu sedang duduk diatas ranjang, dan menatap mereka masuk. Senyuman hangat itu terbit, seakan mengatakan jika Ibu baik-baik saja.

Septihan menghampiri ibu cepat, dan langsung memeluk nya erat, "Ibuuuuu, kenapa bisa begini sih?" Tanya nya khawatir. Septihan mengecek tubuh Ibu Esa—mencari-cari luka yang ada.

Ibu Esa hanya tersenyum sembari membalas pelukan Septihan, mengelus punggung tegap milik Septihan yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri. "Ibu gak apa-apa kok. Kamu jangan sampai lapor RT sama RW, ya." Canda Ibu.

Septihan hanya mencebik sebal, rencananya sudah terbaca sebelum ia laksanakan, "Ish... Ibu kok tau sih isi kepala anak tampan ini."

"Kamu kan anak ibu, ikatan batin kita kuat." Ucap Ibu sambil terkekeh pelan. Lalu tatapannya tertuju pada seorang perempuan cantik yang tersenyum canggung padanya.

"Iyan, kamu gak kenalin perempuan cantik itu ke Ibu?" Tanya nya sembari mengurai pelukan dengan Septihan. Dan mengulurkan tangannya pada gadis itu.

Septihan berdehem untuk mengurangi rasa gugup nya, "Oh, ini namanya Natalia Bu." Jawab Septihan.

Natalia menghampiri Ibu Esa dengan canggung. Saat ia ingin menyalami nya, Ibu Esa malah memeluknya seperti pelukannya pada Septihan tadi.

"Kamu pacar Iyan atau Esa?" Tanya sang Ibu sembari menatap kedua putra nya bergantian.

Natalia gugup, ia melepaskan pelukannya lalu menjawab, "Ah...engga kok Bu. Aku cuman teman sekelas mereka."

Septihan maju, berbisik pada telinga Ibu dengan pelan, "Dia untuk Iyan, Bu." ibu hanya terkekeh pelan, sedangkan Esa dan Natalia menatap mereka berdua dengan bingung. Pasti Septihan membisikkan sesuatu yang aneh-aneh.

Esa berjalan menuju nakas, merapikan buah-buahan dan makanan yang tadi dibawa oleh Septihan. Ia kemudian mengambil pisau, lalu mengupas buah-buahan itu untuk ibu nya. "Ibu jangan terlalu cape ya. Bapak gak bisa kesini."

"Ibu kan diam aja, mana mungkin ibu cape. Iya gak apa-apa, kasian Bapak kamu tuh."

Esa hanya tersenyum sambil mengulurkan piring berisi buah yang sudah ia kupas tadi. Esa harus bersyukur, walaupun kondisi ibu nya sakit, tapi nafsu makan ibu nya tidak terganggu sama sekali. Ibu tak pernah sekali pun menyusahkan Esa. Ibu makan dengan lahap, sambil bercanda dengan Septihan dan Natalia.

Tapi ada yang mengganjal di benak Esa, hati nya was-was. Sepertinya ia melupakan sesuatu. Ia mengobrak-abrik tas nya, mencari barang itu keseluruh penjuru ruangan tapi nihil. Ia takut jika barang itu tertinggal di parkiran. Tanpa berlama-lama, Esa pamit pada ibu nya untuk ke parkiran, membiarkan ibu nya bercanda ria dengan Septihan dan Natalia. Esa melangkah keluar sembari meremas rambut nya, merasa kesal kenapa ia bisa seceroboh ini.

Esa berlari menuju parkiran, dan menghampiri motornya cepat. Ia memang ceroboh, kunci motornya masih menempel, tapi ia tak ingat sama sekali. Setelah mengambil nya, Esa berniat kembali ke ruang ibu nya, sebelum mata nya memandang Elsa, dan Dewa yang sedang duduk berdua di taman. Mereka terlihat diam, tapi mata mereka saling bertatapan tajam. Esa menghela napas. Ia takut kejadian dulu terulang lagi, dimana Dewa melakukan hal yang begitu nekat demi mendapatkan pujaan hatinya.

Ia takut Elsa menjadi korban selanjutnya, Esa tak akan membiarkan itu terjadi. Esa yang akan melindungi Elsa kali ini. Tak peduli apapun, ia hanya tak ingin merasa begitu berdosa untuk kedua kalinya. Masalah cinta? Esa tak yakin. Ia tak pernah memikirkan hal remeh seperti itu. Dirinya hanya perlu fokus pada prestasi nya walaupun harus mengorbankan masa muda nya. Ia hanya tak ingin mengecewakan Bapak, Ibu dan Pak Aldi.

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang