Part 57 - Sesak

7 9 0
                                    

Kedua sahabat itu hanya memandang satu sama lain dalam diam. Dengan mata berbinar juga berkaca-kaca menahan tangis. Tangan Elsa mengerat—terlalu terkejut juga lega karena Natalia ada disini. Sahabat nya itu ternyata seorang penepat janji.

Natalia berjalan mendekat dengan pelan—meninggalkan Ferdinand yang berada di belakang nya. Elsa pun melangkah perlahan. Namun, semakin dekat langkah nya terasa seperti sebuah bulu yang di tiup angin kencang. Membuat nya tanpa sadar berlari cepat begitu pun Natalia.

Mereka berpelukan erat, menghilangkan semua jarak yang pernah terbentuk selama ini tanpa mereka sadari. Tangis mereka pecah, masing-masing menyerukan wajah ke leher sahabat nya.

Di dukung keadaan sekitar yang tidak terlalu ramai, membuat mereka seakan lupa—sekarang dua ini hanya milik mereka berdua. Tidak ada siapapun. Tidak ada apapun. Tidak ada yang boleh mengganggu.

Hingga tiba-tiba pemberitahuan jika olimpiade akan segera di mulai berbunyi nyaring melalui speaker. Membuat mereka melepas pelukan nya sembari mengelap wajah serta air mata yang masing mengalir.

Elsa tersenyum senang. Memandang sahabat nya yang juga merasakan sesak yang sama. Merasakan jarak yang terbentuk tanpa mereka sadari, ternyata mereka pernah sejauh bumi dan matahari. Senyum Natalia terbit melihat wajah memerah Elsa yang terlihat sangat jelek sekali.

"Hahahaha...muka elu, Sa. Merah banget." Canda nya.

Elsa mencebik pelan, "Perusak suasana ya lu. Muka elu juga sama."

Natalia berhenti sejenak, memeluk kembali sahabat nya itu erat, "Selamat ya." Ucap nya tepat di telinga Elsa.

Senyum di bibir Elsa semakin lebar, terlalu senang juga terharu karena sikap juga ucapan Natalia. Sembari membalas pelukan, "Makasih ya." Balas nya pelan.

🐋🐋🐋

Elsa juga Natalia sedang berada di tribun sekarang bersama teman-temannya. Berteriak-teriak menyemangati Esa, juga Lia yang sedang berjuang di depan sana.

Sehabis mencuci muka tadi, Elsa dengan segera menarik Natalia untuk melihat perlombaan. Tanpa memedulikan Ferdinand yang entah pergi kemana. Natalia pun terlihat tidak terlalu peduli, malah semakin berteriak dengan keras menyemangati Lia juga Esa.

Elsa mengedarkan pandangan nya mencari Dewa, tapi seperti nya lelaki itu tidak ada di manapun. Tidak ada di dalam ruangan itu. Maka dari itu, Elsa mengalihkan pandangan nya lagi ke depan—menonton Esa dan Lia yang terlihat begitu pintar.

Rasa iri muncul di benak Elsa. Bagaimana mungkin Lia dan Esa terlihat sangat cocok di sana? Kedua nya pintar juga cantik dan tampan. Terlebih Lia dengan pakaian tertutup juga hijab nya membuat rasa insecure semakin menggerogoti hati Elsa.

Ya...Elsa ingat bagaimana ucapan Esa kalau ia akan memilih wanita berhijab untuk jadi istri nya. Lagi pula Lia juga terlihat mandiri, berbeda 180° dengan diri nya yang lemah, manja, juga selalu bergantung pada orang lain.

Hingga suara musik kemenangan menggema kencang, membuat suasana semakin riuh disertai tepuk tangan, siulan juga teriak kan selamat. Ia tersadar dari lamunan nya lalu melakukan hal yang sama dengan yang lain. Ia berusaha berjinjit untuk melihat wajah Esa lalu melambaikan tangan nya sebentar karena kaki nya yang sudah terlanjur pegal.

Ah...sial Elsa ingin sekali berlari kesana menghampiri Esa. Memberikan selamat juga pelukan hangat karena sudah berhasil membanggakan nama sekolah berkat usaha nya selama satu bulan ini. Tak lupa juga pada Lia yang ikut berusaha keras bersama mereka.

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang