Part 42 - Diktator

23 11 0
                                    

Akhirnya Esa sampai dirumah sakit, ia buru-buru ke kamar ibunya. Takut lebih merepotkan Septihan, dan Natalia. Setelah sampai, ia langsung membuka pintu ruangan itu. Tapi ruangannya kosong, tidak ada siapa-siapa disana. Bahkan barang-barang milik ibu nya sudah tidak ada. Esa merogoh ponselnya, lalu menghubungi Septihan.

"Assalamualaikum, Sep. Ibu dimana?"

Terdengar suara tawa di seberang telepon, pasti Septihan sedang mengerjainya, "Waalaikumsalam. Elu tuh bukannya bilang makasih kek, langsung to the point aja."

"Gua serius, Sep." Ucap Esa setengah kesal. Ia sedang berjalan menuju parkiran sekarang.

"Ibu udah dirumah." Ujar Septihan.

Esa tidak habis pikir dengan Septihan, bisa-bisanya ia membawa ibu pulang tanpa memberitahu nya. "Kok bisa?" Tanya nya.

"Kesini aja deh, Sa. Banyak bacot lu." Jawabnya sambil mematikan teleponnya.

Esa hanya menghela napas lelah, ia harus cukup sabar dengan sikap sahabatnya yang kelewat normal itu. Tanpa berlama-lama ia segera menaiki motor dan bergegas kerumahnya.

Saat Esa sampai, Septihan sedang ada di teras bersama Ibu dan Natalia. Tapi motor Septihan tidak terlihat dimanapun, Esa hanya melihat sebuah mobil mewah di halamannya.

Septihan tersenyum puas pada Esa, ia memang sengaja tidak memberitahu Esa agar tidak menggangu pendekatan antara Esa, dan Elsa. Melihat Esa dekat dengan seorang perempuan membuatnya gemas sendiri. Ia pasti sudah cocok untuk menjadi Mak comblang. Jangan lupa, Natalia pun mendukungnya dengan semangat.

"Assalamualaikum." Ucap Esa sambil menyalami, dan memeluk ibu nya. Kemudian pandangan nya beralih pada Septihan, dan ia langsung menjitak kepala batu itu.

Ibu Esa langsung melirik tajam anaknya, "Bisa-bisanya kamu jitak anak Ibu." Ucap nya sambil mengelus lembut bekas jitakan Esa dikepala Septihan.

Senyum kemenangan terbit di bibir Septihan, ia sengaja mengaduh kesakitan saat ibu Esa mengelus bekas jitakan itu. "Ibu, ini sakit banget."

"Emang tuman lu ya." Kesal Esa sembari mengambil duduk di sebelah Natalia.

"Eits... Jangan dekat-dekat, kalian bukan muhrim." Kata Septihan panik sambil memisahkan Esa, dan Natalia.

Natalia merasa risih, "Apaan sih lu?! Gitu aja ribet!?" Kesalnya.

"Bukan muhrim, dosa." Ucap Septihan dengan santai.

"Emang elu muhrim gua?" Tanya Natalia.

Septihan tersenyum miring, "Akan."

"Ish...geli banget Sa liat mukanya." Ucap Natalia sambil memandang aneh pada Septihan. Musuhnya itu entah kenapa berubah 180°, yang lebih aneh adalah sikap menyebalkan nya yang berubah menjadi terlalu percaya diri, dan terus menggodanya. Natalia rindu Septihan yang dulu.

Esa hanya tertawa, lalu bertanya pada Ibu nya, "Kok Ibu bisa pulang?"

"Tadi sore ibu udah dibolehin pulang, terus karena Iyan maksa ibu buat pulang, akhirnya ibu pulang bareng Iyan."

"Jadi anak ibu tuh Esa atau Septihan sih? Esa khawatir sama Ibu."

Ibu hanya tersenyum, "Kalian berdua. Ibu gak bisa milih, hahaha..."

Suasana hangat kembali terasa. Mereka mengobrol, dan tertawa sampai tidak menyadari jika malam semakin larut. Natalia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 22:00

Ia dengan segera memberi tahu Septihan, jika hari sudah semakin malam, "Sep, pulang yuk. Udah malam nih." Bisik nya pada Septihan.

Septihan melirik, "Elu pulang sendiri deh. Gua mau nginep aja." Ucap nya.

KONTRADIKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang