26

19.4K 1.6K 58
                                    


Setelah proses pemakaman selesai, Bagas mengurungkan diri didalam kamarnya. Bahkan hingga Matahari bertukar tugas dengan Bulan, ia masih setia berada didalam kamarnya. Tak peduli dengan para tetangga yang berkunjung kerumahnya, bahkan teman-temannya sekalipun.

Ia juga tak peduli dengan kehadiran keluarga besarnya, walaupun sedari tadi mereka memanggilnya namun Bagas tak menghiraukannya.

Tok tok tok...

"Gas keluar, Lo nggak bisa gini terus Gas" Malik mengetuk pintu kamar Bagas dengan sabar.

"Om Anggara nungguin lo dari tadi diluar, dia khawatir khawatir sama lo"

"Gas plis, Lo jangan nyiksa diri lo sendiri. Ayolah" seru Malik masih bersabar.

Dava yang berdiri disamping Malik sudah kehilangan kesabaran, dengan begitu kasar dan brutal Dava mendobrak pintu kamar Bagas.

Dengan langkah panjang Dava mendekati Bagas yang masih dia ditempatnya.

"Bagas yang gue kenal nggak lemah kaya gini! Bangun lo!" Dava menarik kerah baju Bagas, namun pria itu sama sekali tak melawan. Bahkan tatapan pria itu kosong, Dava dapat melihatnya.

"Gue tau lo sedih, kita semua juga sedih Gas. Semua anggota ASKARA sedih merasa kehilangan sama kaya apa yang lo rasain" kata Dava mengguncang tubuh pria itu untuk menyadarkannya.

"Berhenti bersikap seakan lo makhluk paling menyedihkan di dunia ini"

"Jangan egois Gas, semua orang sedih karena kehilangan Omah. Tapi satu hal yang haru lo inget Fi sekarang dalam bahaya" tukas Dava karena kesal tak mendapat respon apapun dari Bagas.

"Fi sekarang nungguin lo, nunggu lo nyelamatin dia. Dia sangat membutuhkan lo sekarang"

"Gue udah bilang masalah ini ke Om Burhan dan dia bilang akan mengirim semua anak buahnya untuk menyelamatkan Fi"

"Om Anggara juga akan bantu soal ini" ucap Dava.

"Gue nggak abis pikir sama lo, ternyata selama ini lo itu nggak lebih dari seorang pengecut. Gue yakin Tante Maya dan Fi bakal kecewa banget sama lo" Dava menatap Bagas tak habis pikir, pria didepannya ini benar-benar sudah kehilangan akal.

Dava melepaskan tangannya dari kerah baju Bagas, berjalan pergi meninggalkan pria itu. Tepat diambang pintu Dava berhenti. "ASKARA bakal tetap menyelamatkan Fi" setelah itu Dava melanjutkan langkahnya.

Bagas terduduk lemas dilantai, pandangannya kembali kosong. Malik yang melihat itu hanya bisa tersenyum pedih, tak tega melihat keadaan Bagas.

"Harusnya lo menjaga Fi bukan malah meninggalkannya" Malik memilih pergi beranjak dari kamar Bagas menyusul Dava.

Bagas bergeming ditempatnya, memikirkan segala hal.

"Maafin gue Fi" lirihnya sambil tertunduk.

Bagas masih betah duduk didalam kamarnya, rumahnya begitu sepi dan sunyi tak ada lagi suara ribut dari beberapa jam lalu. Hari juta sudah semakin larut, tapi pria itu sama sekali tak ada niatan untuk beranjak dari posisinya. Dirinya terus memikirkan Bundanya, membayangkan hari-hari saat bersama sang Bunda.

Pak Anggara terlihat menghembuskan nafasnya berat, ia lalu berjalan menghampiri putranya.

"Ayah pamit pulang dulu, besok kesini lagi" pamit Pak Anggara.

Bagas tak bergeming dirinya masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Pak Anggara menepuk pundak Bagas pelan. "Jangan berlarut-larut dalam kesedihan Gas, semua juga sedih dan merasa kehilangan. Ingat masih ada satu wanita yang harus kamu selamatkan"

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang