Oxford apartment
Dua orang bersitegang didalam kamar apartemen, saling melempar kata-kata untuk membela diri. Bahkan orang tua dan gadis di hadapan mereka tidak bisa menenangkannya.
"Rudy, dani bisakah kalian diam?" relai seorang gadis disana, bukannya berhenti tapi mereka malah melanjutkan.
"Gue gak akan semarah ini kalau loe gak nyakitin adek gue! Harusnya loe pakai cara lain, bukan main deplak!" bentak lelaki dengan tato disekitar lengan dan punggungnya itu.
"Ya maaf, gue bener-bener gak ada niatan buat nyakitin adek loe, orang gue pernah suka sama dia, masa sih tega mau nyakitin apalagi gue bunuh." sahut lelaki dengan pakaian formal tersebut.
"Rudy, dani udah!" bentak seorang wanita yang sedari tadi diam melihat keduanya bertengkar.
"Tapi ma dia udah nya___"
"Kalau mama bilang udah, berarti selesai. Mama tau dani salah tapi udah cukup berantemnya capek mama lihatnya, nisa dari tadi ngomong gak kalian dengerin, sekarang kita jemput adik kamu." kata wanita itu.
Tapi mata lelaki yang disebut rudy itu masih menatap tajam kearah lawan.
"Mama udah gak mau kucing-kucingan sama rain, dan dia berhak tau siapa papanya."
Rudy pov
Emosiku dari kemarin memuncak dan sangat ingin sekali memecahkan kepalanya, apa tidak ada cara lain selain memukulnya dengan kayu? Bukan berlebihan tapi caranya benar-benar membuatku hilang akal.
Belum lagi saat rain tau tentang mama, apa dia akan percaya atau sebaliknya.
"Dim, kita kesana ada mama juga kamu jelasin kerain tentang masalah ini, sisanya itu urusanku dan mama." kataku pada dimas lewat sambungan telpon.
"_,,,,_,,,"
"Tenang aja rey sudah diatasi, beserta anak buahnya." jawabku.
"Ayo!"
"Loe dan kalau sampai macam-macam lagi, pecah tuh kepala!" kataku dan langsung mengambil jaket denim.
Dani membawa nisa dan mama untuk naik mobil, dan aku dengan motor sport kesanyangan.
Terik matahari menghiasi perjalan hari ini, rasanya jika London berada pada musim panas serasa aku pulang diIndonesia.
Polperro, cornwall, Inggris.
Dimas pov
Pagiku kali ini jauh lebih baik, aku sarapan bersama dengannya. Setelah mendapat kabar dari rudy bahwa dia dan mamanya akan datang, aku merasa senang juga takut, senang karna setidaknya rain akan tau segalanya, dan takut jika dia tidak bisa menerima kenyataan.
Saat ini kami turun didekat pesisir, merasakan desiran ombak dan angin laut yang sangat menyejukkan.
"Rain." kataku, dengan menggenggam tangannya.
Sebenarnya aku bingung harus bertanya tentang ini atau tidak, tapi kata sam dia tidak sesehat dulu dan aku penasaran.
"Apa kau sakit?" pertanyaan itu lepas begitu saja.
"Siapa yang memberitahu mu?" tanyanya balik padaku.
Bukannya menjawab malah berbalik tanya.
"Sam, kemarim dia mengatakan bahwa kau tidak sesehat dulu." jawabku, dan dia malah menatap dengan tersenyum.
"Dia sok tau, yang memeriksaku itu rey bukan sam." jawabnya.
"Dim, aku sehat tidak ada yang perlu kau takutkan hanya saja, aku terlalu lelah karna banyak pertanyaan yang belum terjawab." katanya dengan menatapku.
"Keluargamu akan datang." kataku, dan dia langsung berdiri menjauh. Aku menyusulnya dan manarik lagi tangan itu membawanya dalam genggamanku.
"Apa yang membuatmu terkejut?" tanyaku, dan dia enggan menatap kearahku.
"Mama mu datang untuk menjelaskan semuanya, rain aku kehilangan keluargaku itu lebih menyakitkan dari apapun, dan aku tidak ingin kau mengalami bahkan merasakannya." setelah kalimatku berakhir dia menatapku.
"Aku pernah kehilangan ridwan, dan juga papa itu karna mama dim, dia itu jahat dan aku benci sama dia." katanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Aku tau, tapi sampai saat ini kau belum tau kebenaran tentang orang yang kau sebut papa." kataku dan langsung menarik tangannya dan pergi menjauh beberapa langkah.
"Saat ini tidak ada yang bisa kupercaya dimas."
"Kau percaya pada rudy melebihi apapun, benar?" tanyaku, dan dia menganggukkan kepalanya.
"Rudy tau masalah ini, tapi dia ingin mama kalian yang mengatakan secara langsung. Aku mencintaimu dan selalu memposisikan kebahagianmu diatas kebahagianku, dan keluargamu itu rumahmu." kataku.
"Rumahnya sudah hancur dimas, apa bisa aku tinggal disana?"
Dia terduduk dan ingin menjatuhkan air matanya, tapi kulihat dia menahan agar tidak menangis,
aku menghampiri dan memeluknya."Sesekali menangis itu tidak membuatmu lemah, tapi setelah itu kembali menjadi seperti apa dirimu yang sekarang." kataku.
Dan setelah itu dia menangis tapi dalam dekapanku, semakin keras semakin erat pula aku memeluknya, lewat ini aku menyampaikan semuanya. Aku tau tentang masalah ini, tapi aku tidak bisa menyalakan siapapun, tidak ada orang yang ingin lahir dikeluarga berantakan seperti ini, dan menjadi berandal yang dibenci banyak orang.
"Setelah ini, hapus air matamu dan dengarkan semua penjelasannya. Aku tidak akan meninggalkanmu, karna itu rumahku." kataku dengan menunjuk kearah rumah yang menjadi tempat tinggal selama ini.
"Aku tidak akan pergi, karna aku ingin tau segalanya." katanya, setelah melepas pelukanku dan tersenyum.
Kita berjalan beriringan menuju keatas, dengan ditemani hembusan angin serta terik matahari yang menambah warna.
Saat sampai didepan pintu rumah, dia menahan tanganku untuk masuk.
"Aku ingin bertemu laras." katanya tiba-tiba, aku tersenyum dan mengiyakan ucapannya.
Sampai didepan pintu kamar laras, dia masuk dan menatap gadis yang hampir setahun tidur dengan damai.
"Jika aku seperti dia, apa kau akan tetap menungguku?" tanyanya tiba-tiba.
Pertanyaan itu membuyarkan segalanya, kenapa dia bertanya hal seperti ini? Tentu saja aku akan menunggunya, sampai kapanpun itu.
"Aku akan menunggumu, sampai kapanpun." kataku dan dia tersenyum.
"Jika seperti itu aku tidak takut, jika sampai itu terjadi pa___" aku menghentikan ucapanya dengan jariku.
"Dim aku hanya___"
"Aku tunggu diluar." putusku, tidak ingin mendengarkan apapun lagi, apa yang dia fikirkan hingga mengakatan hal itu.
Rain pov
Aku melihat dimas pergi dan meninggalkanku dengan laras, dia cantik, wajahnya lugu tapi kenapa rey jahat padanya?
"Hai laras, pasti posisimu saat ini sangat menyakitkan, kau bertahan pada cinta seorang diri dengan begitu lama." kataku.
"Sebenarnya aku marah saat mengetahui dimas pergi denganmu, bahkan sangat kecewa dan sedih setelah mengetahui semua yang terjadi. Kata dimas kau baik, dan sangat mencintai rey dengan tulus, tapi kenapa kau bertahan saat dia terus menyakitimu?" hening, tidak ada sahutan.
"Tapi terima kasih sebelumnya, sudah menjadi teman yang baik untuk dimas." kataku lagi, walau tidak ada sahutan aku yakin dia mendengarkan.
"Cepat bangun, kau punya banyak teman sekarang ada aku, nisa, dani, dan kakakku rudy, walaupun dia menyebalkan tapi rudy sangat baik dan kau akan menyukainya." kataku.
Detik-detik berlalu dan aku hanya menikmati keheningan disamping laras.
"Rain, mereka datang." sapaan dimas, tiba-tiba menyadarkanku. Sebenarnya aku merasa takut, tapi jika ini yang terbaik aku harus melawannya.
"Aku disini." dimas membawa tanganku dalam genggamannya.
Jika seperti ini aku tidak takut, ada dimas disebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dimas (End) REVISI
Romancemenunggu dan selalu begitu , terus mencari dan berusaha memperbaiki sebuah hubungan yang telah hancur . hati yang terus mencintai dan selalu rindu pada seseorang yang entah kapan akan terbalaskan, menanti dan terus mencari lelaki yang sangat dicint...