#48

45 3 4
                                    

Rain pov

Setelah percakapan panjang dengan mama dan rudy, hatiku semakin kalut. Bagaikan awan hitam yang menutupi keindahan alam, seperti itulah diriku saat ini. Enggan bertemu, menyapa, bahkan sekedar menatap.

Semakin rumit masalah hati ini, bagaikan pernah terbang lalu jatuh kedasar jurang, Diangkat kembali lalu dihempas diperut bumi terdalam.

Bahagia bercampur luka, bahkan sesak diantara tawa. Kenapa semua orang berbohong padaku? Bahkan tega membuatku berfantasi, terbang bebas seakan diberi sayap. Hidup mempermainkan ku. Aku dilahirkan, tapi dengan mudah orang tua memberikanku pada orang yang salah, alasannya sederhana, dia tidak mampu membuat ku aman dan bahagia.

Bahkan air mata tidak punya hak lagi untuk keluar. Aku seorang gadis kecil berusia 6 tahun, tidak mengharapkan apapun hanya setitik cinta tulus yang ku inginkan.

Ayah, aku tidak punya gambaran tentang itu. Mungkin pernah tapi sekarang sirna. Mama, wanita tangguh, jahat, bahkan tega padaku anaknya, pembohong, tapi aku tidak bisa membencinya. Bahkan setelah semua yang dia lakukan, setitik kebenaran saja bisa membuatku kalang kabut. Entah harus tersenyum atau menangis atas semua ini.

Dalam kamar ini aku merenungkan segalanya.

"Rain." sapaan halus membuyarkan fantasi kecil tentang hati dikeluargaku.

"Dulu kalau kamu tanya, mama kemana sih rud kok malam-malam keluar? Atau ridwan papa kenapa sih kok gak pernah nemenin rain? Dan jawaban kita selalu sama, mama papa kerja buat beli jajan."

"Dan segampang itu aku percaya." sahutku dengan senyum kecil.

Rudy duduk dihadapanku yang sedang menatap rembulan, dari kejauhan.

Detik demi detik berjalan begitu saja tanpa ada bahasan apapun lagi.

"Rain." sapaannya menghancurkan keheningan.

"Hm" Diam, lagi tak ada sahutan. Hanya helaan nafas panjang sebelum kata selanjutnya terucap.

"Apa kau bahagia mama datang dengan kebenarannya?" pertanyaannya tidak langsung kujawab, mungkin iya aku bahagia tapi ditengah luka.

"Iya, meskipun sakitnya juga tak kalah hebat." rudy mengambil duduk disebelahku, dan memeluk. Seperti biasa membawa rasa tenang.

"Rainda yang artinya hujan, mama memberi nama itu karna dia tau hujan luar biasa. Hujan gak pernah memarahi Tuhan karna dia datang datang saat awan menggelap. Sebaliknya dia memancarkan kehidupan lewat air jernih yang turun. Mengalir kesungai, lautan, bahkan samudra." dia Menghentikan ucapannya sebentar.

"Seperti kamu, lahir diawan gelap keluarga kita. Tapi membawa kehidupan untukku, ridwan, keluarga besar kita, bahkan mama. Kamu tau, setiap tetes air hujan itu adalah satu malaikat yang turun untuk kita, tapi kau datang bukan setetes. Lebih, kau membawa kehidupan, malaikat, cinta, bahkan hujanku ini tidak akan pernah reda."

"Dalam hujan aku tertawa lepas, berteriak bahkan menangis sehebat-hebatnya. Kau hujanku saat bersamamu aku bisa melakukan semuanya, bahkan tanpa malu menangis dipelukanmu. Aku mohon jadilah hujan untuk mama, sembunyikan tangisnya dan bawa bahagia untuk dia." aku menatap arah mata rudy, dia benar dan aku salah.

"Terima masa lalu kita rain, lepaskan seperti derasnya hujan. Jangan egois karna jika hujan egois, semua dimuka bumi ini akan mati. Karna kau enggan jatuh untuk semuanya yang menunggumu. kita tutup semua kenangan buruk, ambil pelajarannya dan kita mulai awal yang baru. Kau mau?"

Untuk Dimas (End) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang