#36

32 3 0
                                    

Rudy pov

Mataku terus saja menatap kosong kedepan karna lagi-lagi mama menghancurkan hatiku, dan rain. Kita datang kerumahnya untuk memperbaiki hubungan, tapi dia bilang tidak peduli pada kami, sakit hati dan juga kehancuranku dan rain, dia akan bahagia dengan putra kecilnya dan trisna sialan itu.

"Ah bangsat! Gue benci keluarga ini, mama sama papa gak ada bedanya egois gak ada yang ngertiin gue sama rain." aku memang seorang lelaki dan kakak yang kuat, tapi hari ini pertahananku runtuh, air mataku menetes dengan deras, bayangan kejadian-kejadian masa lalu bahkan kejadian hari ini terus berputar.

Aku menghisap dalam rokok yang sudah ditambah dengan lintingan daun ganja. Aku frustasi, kecewa, marah dan tentu saja ini melukaiku, dan adikku kembali mengunci dirinya dikamar, dia ingin sendiri. Apa salahku dan adik-adikku hingga semuanya terjadi pada kami.

Jika saja sebelum aku lahir dan Tuhan menyuruhku memilih orang tuaku, lebih baik aku tidak pernah ada, tidak pernah dilahirkan, jika akhirnya hanya bisa melukai hatiku saja. Hati, ego, kepercayaan dan segalanya telah hancur dalam diriku. Ini bahkan lebih sakit dari pada kenyataan nisa kemarin.

Rain call

"Kenapa rain?" aku berusaha setenang mungkin saat bicara dengan adikku, dan dari sebrang masih bisa kutangkap isak tangis darinya.

"Pulanglah aku takut sendiri." setelah mengatakan itu dia mematikan panggilan secara sepihak, aku menghela nafas, memakai jaket dan membuang putung rokok dirumput dan menginjaknya. Melajukan motorku dengan cepat menuju rumah.

Aku memarkirkan motorku didepan rumah, segera membuka pintu dan menuju kamar rain. Dia membelakangiku dan menata semua barang-barangnya kedalam koper dan tas-tas disana.

"Rain." dia menoleh dan tersenyum padaku, tapi tetap saja itu tidak membuat aura kesedihannya menghilang begitu saja.

"Kita akan pergi besok, dan apa kau sudah memberitau nisa kalau kita berangkat pagi?" dia menarikku duduk atas ranjang miliknya, menempelkan kepalanya pada pundakku, dan aku mengusap rambut hitamnya.

"Aku sudah mengatakan lewat pesan tadi, dan menceritakan alasannya dia juga setuju."

"Kau sudah menyiapkan koperku?"

"Koper kita jadi satu rud, aku tidak membawa baju terlalu banyak dan perlengkapan penting saja yang ku bawa."

"Aku akan menjual motor kita, tapi aku berjanji akan segera menggantinya, kau setuju ?" tanyaku dan dia masih nyaman dipundakku.

"Terserah, jika kita pindah bagaimana dengan bengkel milikmu?" tanya rain.

"Temanku yang akan mengelolah dan hasil kerjanya akan dikirim lewat rekeningku aku juga punya rencana untuk membangun bengkel disana, bagaimana?"

"Aku selalu setuju, asal itu yang terbaik." asal kalian tau motorku dan rain itu adalah motor balap kita dulu, dan jika dijual harganya sangat mahal, untuk motor ridwan rain tidak ingin menjualnya, tapi disimpan sebagai kenangan, jika ditanya apa itu juga akan dibawa? Tentu saja apapun untuk rain, semuanya.

Aku mengangkat wajahnya untuk menatapku.

"Rain, hapus air matamu lupakan semuanya, sekarang yang aku punya cuma kamu, mama sama papa udah gak peduli jadi sekarang kita mulai dari awal, dan jangan menangis lagi, dimas gak suka." dia tersenyum.

"Aku tau, dimas, kamu, dan ridwan."

Dia langsung memelukku dan menumpahkan semua air matanya didadaku. Cukup lama hingga kurasakan nafasnya mulai teratur, adik kecilku tertidur setelah lelah menangis. Kubaringkan dia ranjang, menyelimuti dan mencium keningnya.

Untuk Dimas (End) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang