SM - 19

9.4K 560 18
                                    

Dentingan suara jam di pergelangan tangan Tiara telah menunjukkan pukul 15.30 WIB, namun nomor urut antriannya untuk periksa ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan belum juga kunjung mendapat giliran panggilan. Reza dan Tiara sudah duduk hampir satu jam di ruang tunggu rumah sakit Siloam Hospitals, beruntungnya hari itu dokter kandungan yang sedang berpraktik adalah seorang dokter perempuan, yaitu dr. Maria Sp.OG dengan jadwal praktik setiap hari Rabu pukul 15.00 – 19.30 WIB. Tiara mengenakan masker dan kacamata coklat agar orang-orang tidak terlalu mengenali dirinya, meskipun ia berhasil mengenakannya harus melalui perdebatan yang cukup panjang dengan Reza.

"Nomor antrian enam!" Suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian milik Tiara.

"Ayo masuk! Sudah giliran kita." Ajak Reza yang dibalas anggukan kepala oleh Tiara. Mereka pun masuk ke dalam ruangan periksa dan langsung di sambut oleh dr. Maria.

"Selamat sore bu." Sapa dr. Maria.

"Sore juga dokter." Balas Tiara.

"Jadi gimana bu? Apa yang bisa saya bantu?" Tanya dr. Maria.

"Mau periksa kandungan saya dokter, kemarin saya habis jatuh terus semalam perut saya terasa kram." Jelas Tiara.

"Kita baring dulu ayo bu!" Titah dr. Maria. Perlahan Tiara melangkah menuju bed yang ada di dalam ruangan dr. Maria.

"Maaf ya bu." Ucap seorang perawat wanita yang sedang membantu dr. Maria, perawat ini mengangkat baju Tiara hingga ke bawah dadanya dan sedikit menurunkan celana yang dikenakan oleh Tiara. Detik berikutnya, perawat itu mengoleskan gel ke perut bagian bawah Tiara. Ia juga mengukur tekanan darah Tiara. Sedangkan dr. Maria mulai menyiapkan alat USG. Tidak lama, dr. Maria langsung menggerakkan transducer ke perut bagian bawah Tiara sambil matanya menatap monitor di hadapannya.

"Janinnya sehat bu. Detak jantungnya juga normal." Ujar dr. Maria tersenyum.

"Itu artinya aku jatuh kemarin tidak membuatnya jadi bermasalah kan dokter?" Tanya Tiara memastikan.

"Syukurnya tidak bu. Tapi ke depannya, ibu harus membatasi aktivitasnya ya. Jangan sampai kelelahan apalagi hingga terjatuh kembali."

Tiara menganggukkan kepalanya, menyetujui saran dari dr. Maria.

"Itu anakku dokter?" Tanya Tiara setelah menoleh ke layar monitor USG.

"Dia masih kecil. Usianya baru empat belas minggu. Tidak lama lagi bisa kelihatan secara jelas bentuknya bu." Lanjut dr. Maria. Melihat janin Tiara yang sudah terlihat di monitor USG, Reza tidak dapat menyembunyikan raut wajah bahagianya. Perasaan yang sama saat dulu ia melihat Habib masih di dalam kandungan Laras.

"Adakah pantangan makanan untuknya dokter?" Kini Reza yang mulai bertanya.

"Kalau masih trimester pertama begini, semuanya dimakan. Jangan dibatasi nanti anaknya kurang berat badan. Yang penting jangan makan yang di bakar-bakar, jangan melakukan aktivitas yang terlalu banyak, apalagi yang berat. Pokoknya soal makan, apa yang mau dimakan kasih jangan dilarang-larang. Nutrisinya harus tercukupi terus." Jawab dr. Maria.

"Tuh kan Ra harus makan semuanya biar gak kekurangan nutrisi." Reza mengingatkan Tiara.

"Iya mas."

"Oh iya jika mau ML gak masalah bu, pak. Selagi gak ada masalah dengan kandungannya, sah sah saja."

Mendengar penjelasan dr. Maria yang terakhir membuat Tiara dan Reza sama-sama terlihat canggung. Tiara menarik sudut bibirnya agar terlihat tersenyum di hadapan dr. Maria.

Sekilau MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang