Raka mempercepat langkahnya saat ia mulai memasuki pintu rumah, sesekali ia menoleh ke belakang taku-takut ada yang memperhatikan geraknya. Langkahnya terus maju hingga memilih berhenti di depan sebuah ruang yang pintunya masih tertutup rapat. Mengetuk pintu. Detik berikutnya, hatinya enggan melakukannya. Setelah bergulat dengan pikirannya sendiri, akhirnya tangannya terjulur membuka gagang pintu itu perlahan tanpa menimbulkan suara. Nampaklah anak dan ibu itu sedang asyik melihat buku.
"Ba, ka, ti, se, nu, ma, li, ca, be, ya, di...." Eja Habib perlahan saat Tiara menunjuk beberapa suku kata pada buku milik Habib. Mereka sedang belajar membaca.
"Kalau yang ini sudah lancar nanti Habib akan lebih mudah untuk membacanya jika sudah disusun dalam bentuk kata," ujar Tiara.
"Iya ma. Tapi masih suka lupa, jadi masih sering lambat nyebutnya," kata Habib.
"Kalau lupa ya dieja nak, ejanya dalam hati. Oke!"
"Oke ma."
Ekor mata Tiara menangkap sosok yang sedang berdiri di balik pintu yang sudah terbuka sekitar 20 cm. Tertangkap basah karena sedang mengintip mereka. Tiara membenarkan pandangannya, memastikan bahwa tubuh yang sedang berdiri di sana itu benar milik Raka.
"Mas Raka?" panggil Tiara. Sedangkan orang yang dipanggil mulai merasa canggung.
"Boleh aku masuk Ra?" tanyanya ragu.
"Masuk saja," jawab Tiara.
Pintu itu pun terbuka lebar, perlahan Raka masuk dan hendak menutup pintunya.
"Jangan ditutup! Biarkan saja terbuka seperti itu!" Seru Tiara. Raka pun melepaskan genggamannya pada gagang pintu kamar Tiara, kemudian menghampiri Tiara yang sedang duduk di sofa bersama Habib.
"Boleh aku duduk?"
"Duduk saja," jawab Tiara singkat, "mas Reza mana?" tanya Tiara kemudian.
"Dia masih di kantor," jawab Raka.
Tiara memutar pandangannya menuju jam dinding yang ada di kamarnya, pukul 20.00 WIB. "Mas Reza belum pulang tapi mas Raka sudah pulang?"
"Emm, tadi aku sengaja pulang duluan," jelas Raka. Tiara menganggukkan kepalanya, lalu kembali fokus pada susunan suku kata yang dibaca Habib tanpa memerdulikan Raka yang terlihat semakin canggung di sebelah Habib.
"Ra?" panggil Raka setelah mengumpulkan semua keberaniannya.
"Iya?" jawab Tiara sambil melihat Raka.
"Tadi aku dengar dari Kak Reza, kalian ke dokter ya? Terus perut kamu semalam kram ya? Apa ini karena kejadian kemarin?" tanya Raka ragu.
"Untungnya kejadian kemarin tidak membahayakan anakku," jawab Tiara.
"Anak kita." Sanggah Raka. Seketika membuat Tiara langsung menatap Raka.
"Aku ingin meminta maaf Ra, salahku mungkin tidak dapat kamu maafkan. Aku tidak hanya merenggut kesucianmu tapi juga aku menolak bertanggung jawab atas perbuatanku." Sesal Raka.
Tiara meremas sofa yang sedang ia duduki, mengalihkan pandangannya dari Raka. Bibirnya mulai bergetar, airmatanya pun perlahan mulai menggenang. Sudut bibirnya ia paksa untuk menyunggingkan senyumnya, matanya kini kembali beralih menatap Raka.
"Aku baik-baik saja mas...Raka...." Hanya kalimat itu yang Tiara lontarkan setelah berhasil menguasai dirinya sendiri.
"Tapi aku benar-benar menyesal dengan apa yang telah aku perbuat Ra." Kini Raka beralih duduk di lantai tepatnya di hadapan Tiara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekilau Mutiara
RomanceHighest rank 20 November 2020 #10 in Percintaan #1 in pengorbanan #1 in syahadat #1 in pelecehan seksual #1 in istrikedua #2 in poligami #8 in rohani #89 in roman "Asyhadu allaa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah." Syahadat ini...