Hari demi hari mereka lalui, hidup seperti keluarga yang tampak bahagia meskipun saling menyimpan rasa sakit di dalamnya. Setiap hari Tiara selalu mengkhawatirkan apakah hari ini dia akan ketahuan, apakah besok dia akan ketahuan dan begitu seterusnya rasa takut yang selalu menyelimuti dirinya. Ia adalah seorang istri, tapi seperti istri yang tidak bersuami. Setiap hari Reza selalu bersama Laras, melatihnya untuk dapat kembali berjalan, selalu menemaninya agar Laras tidak mencium tentang hubungan Reza dan Tiara.
"Pelan-pelan, Ras! Iya sedikit lagi. Kemarilah! Kamu pasti bisa," seru Reza dengan raut wajah bahagia. Dengan telaten tangan itu selalu menuntun Laras dan siap menjadi penyanggah saat Laras akan terjatuh. Senyum yang merekah dari bibir Laras tidak pernah pudar sejak kepulangannya dari rumah sakit.
"Aku lelah, Mas. Bawa aku kembali ke kamar saja! Aku ingin istirahat," pinta Laras. Reza menyetujui keinginan Laras, lalu menggendong Laras. Langkahnya terhenti saat ia melihat Tiara yang baru saja keluar dari dalam rumah dengan membawa secangkir kopi dan secangkir teh beserta cookies.
"Ehh Tiara. Kamu bawa apa itu?" tanya Laras yang masih berada dalam gendongan Reza sedangkan Reza hanya menatap Tiara dalam.
"Kopi sama teh untuk kalian berdua. Mbak Laras pasti capek abis latihannya," jawab Tiara tersenyum.
"Yaah tapi aku sudah mau kembali ke kamar, gimana dong?" tanya Laras. Baik Reza maupun Tiara tidak ada yang menjawab pertanyaan Laras, "yaudah Ra, kamu udah capek-capek bawainnya daripada mubazir, tolong bawa ke kamar kami saja ya, Ra! Aku akan meminumnya di sana," lanjut Laras. Tiara hanya menganggukkan kepalanya, lalu menyingkir dari hadapan mereka dan Reza pun kembali meneruskan langkahnya membawa Laras ke kamar.
Petir ini terasa sudah sangat dekat dengan hatiku, jangan sampai malah membakarnya dan menghilangkan akal sehatku. Batin Tiara sambil menatap punggung Reza dan terus berjalan mengekor dari belakang mereka berdua.
***
"Mas, aku ambilin kamu nasi ya," ucap Laras setelah mencoba meraih centong nasi dan berusaha ingin mengambilkan nasi ke dalam piring Reza. Namun, karena genggaman tangannya belum terlalu kuat, membuat nasi itu malah berserakan kemana-mana.
"Biar mas saja ya. Sini piring kamu, mas yang ambilkan. Kamu mau lauk apa?" tanya Reza sambil mengambilkan nasi.
"Samain aja sama kamu, Mas," jawab Laras.
Setelah Reza selesai mengambilkan nasi beserta lauknya ke piring Laras. Ia pun mengambil makanan untuknya. Perlahan Laras mengarahkan sendoknya kepada Reza, ia berniat untuk menyuapi Reza namun tertahan oleh Reza.
"Mas saja yang suapi kamu ya," ujar Reza sambil meraih sendok dari tangan Laras.
"Aku sudah kenyang." Raka menghentikan acara makannya dan langsung meminum air putih di hadapannya kemudian beranjak dari tempat duduknya. Raka memandang iba pada Tiara yang baru saja hendak bergabung bersama mereka di meja makan.
"Akan lebih baik jika kamu tidak makan bersama mereka!" bisik Raka saat melintasi Tiara.
"Duduklah, Ra!" seru Tiwi. Tiara pun duduk bergabung bersama mereka dan pastinya harus selalu siap menahan rasa sakitnya sama seperti hari-hari sebelumnya, melihat kebersamaan Reza dan Laras.
Apa sebenarnya yang kamu lakukan di sini, Tiara? Ini hanya akan membuat hatimu terluka. Sampai kapan kamu bisa selalu tersenyum padahal sebenarnya hatimu sakit? Tapi janji seorang istri kepada suaminya selalu menahan hati ini agar tidak menyerah dan pergi. Apapun alasannya, apapun kondisinya, sungguh hidup bermadu itu sangat menyakitkan. Batin Tiara sambil menyuapkan nasinya ke dalam mulutnya. Selama ia makan, Tiara tidak berinteraksi dengan siapapun. Diam, adalah pilihan yang tepat baginya saat ini agar air matanya tidak dapat berkumpul di pelupuk matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekilau Mutiara
RomanceHighest rank 20 November 2020 #10 in Percintaan #1 in pengorbanan #1 in syahadat #1 in pelecehan seksual #1 in istrikedua #2 in poligami #8 in rohani #89 in roman "Asyhadu allaa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah." Syahadat ini...