SM - 12

11.6K 664 24
                                    

"Mbak. Turun yuk mbak! Nanti mbak jatuh, mbak Tiara kan lagi hamil." Bujuk Tati, salah satu asisten rumah tangga di rumah mereka.

"Nanti aja bik, lagi enak makan mangganya langsung di atas pohonnya." Ucap Tiara yang terus mengunyah buah manga yang telah matang di atas pohon mangga yang ada di taman belakang rumah mereka.

"Mbak. Nanti kalau dilihat nyonya, mbak dimarahin lagi." Ucap Mira yang juga merupakan asisten rumah tangga di sana.

"Kenapa marah? Kan aku cuma makan mangga. Percaya deh ini tuh enak banget." Seru Tiara kegirangan.

"Ada apa sih ini ribut-ribut?" Tanya Marsya yang tiba-tiba menghampiri mereka. "Astaga Tiara! Kamu sudah gila ya? Ngapain kamu manjat pohon begini? Aku aduin mama loh kamu." Ancam Marsya.

"Mbak Marsya. Tolong jangan di adukan nyonya, nanti mbak Tiara dimarahin lagi." Pinta Mira.

"Ehhh kamu siapa ngatur-ngatur aku? Yang gaji kalian di rumah ini tuh dia atau mamaku?" Bentak Marsya. "Mama!" Teriak Marsya. "Mama!"

"Dasar boneka anabele versi berhijab." Gerutu Tiara pelan.

"Ada apa sih Marsya teriak-teriak siang bolong begini?" Gerutu Sania menghampiri mereka. "Ini lagi, ngapain pada rame-rame di sini?"

"Mama lihat ke atas! Menantu mama yang satu ini sedang membuat ulah lagi." Seru Marsya.

"Ya Allah Tiara! Kamu ini perempuan atau preman sih? Kemarin tingkah kamu melawan saya sudah seperti preman di pasar, sekarang malah manjat pohon. Makan mangga di atas pohon. Dimana otak kamu itu?" Omel Sania.

"Di sini ma." Tunjuk Tiara pada kepalanya.

"Apanya yang di sini?" Tanya Sania bingung.

"Kan tadi mama nanya otak. Ya otak Tiara ada di sini. Di dalam tempurung kepala Tiara. Gak bisa pindah kemana-mana." Jawab Tiara santai, sukses membuat Marsya dan dua asisten rumah tangga mereka tertawa kecil.

"Kenapa kalian tertawa? Tidak ada yang lucu." Bentak Sania. "Sekarang kamu turun atau saya tidak akan membiarkan kamu turun selamanya dari sana." Ancam Sania.

"Sebentar lagi ya ma. Plis. Lagi enak ma." Bujuk Tiara dengan wajah memelas.

"Mau turun sekarang atau tidak?" Seru Sania sambil meraih sapu dan berulang kali memukulnya kea rah kaki Tiara walaupun tidak mengenai kaki Tiara.

"Waduh. Induk kucing garong ngamuk. Mati aku." Ucap Tiara sambil terus berusaha menaikkan kakinya.

"Ada apa lagi ini ribut-ribut?" Tanya Reza yang masih mengenakan baju kokoh dank ain sarung serta dilengkapi dengan peci di kepalanya mulai menghampiri mereka.

"Lihat! Istri kamu yang sudah seperti preman ini membuat ulah kembali." Adu Sania kesal. Reza mendongakkan kepalanya ke atas pohon lalu tersenyum, meskipun telah enam tahun berlalu namun Tiara masih belum berubah.

"Kenapa malah tersenyum? Harusnya kamu tegur dia. Nasihati dia agar bisa menjadi manusia yang lebih berguna." Omel Sania.

"Iya ma. Kalian masuk aja ke dalam ya. Biar Tiara aku yang bujuk. Ma, jangan sering marah-marah begini. Ingat kesehatan mama ya." Ucap Reza.

"Kalau dia membuat masalah seperti ini terus, lama-lama tensi mama bisa naik terus." Ucap Sania, kemudian pergi meninggalkan mereka dan disusul oleh kedua asisten rumah tangga mereka.

"Kamu juga, masuk sana!" Seru Reza pada Marsya.

"Iya kak." Jawab Marsya, lalu ikut berlalu meninggalkan mereka.

Sekilau MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang