[1] Arasya Faradian Rayen

7.2K 552 28
                                    

Dekap hangat, hal sederhana yang selalu ada dalam harapnya. Tapi kenapa semesta seolah sengaja membiarkannya hidup dalam kedinginan yang menghampa?

-Memintamu Dalam Istihgfar-

>>>>••••>>>>

Pagi ini cuaca terasa dingin. Hembusan angin terasa menusuk bagi seorang gadis bermata bulat yang kini merapatkan sweternya, kaki jenjanganya berjalan turun dari tangga. Kedua bola matanya mengedarkan pandangan hingga terpaku pada sepasang manusia yang baru saja masuk dengan santai.

Kedua tangannya terkepal. Wajahnya berubah merah padam. Mulutnya seakan gatal ingin mengeluarkan beribu umpatan. Santai sekali mereka. Dengan lirikan tajam, ia kembali  melangkah menuju pintu. Ini memang sudah biasa, namun hatinya selalu tidak rela akan kelakukan mereka.

“Hai sayang.”

“Shit!” umpatnya sambil menabrak tubuh wanita dalam dekapan papa dengan keras. Satu sudut bibirnya tertarik. “Hai jalang,” ucanya dengan lirikan sinis.

“Kurang ajar!”

Ia tersenyum puas, tetap melangkah santai. Tidak ambil pusing akan kemarahan laki-laki berkepala empat di belakangnya. Puas, setelah mengeluarkan satu hinaan yang memang seharusnya wanita itu terima. Namun, baru saja mencapai pintu, tiba-tiba tubuhnya ditarik keras oleh tangan kekar. Matanya membola hingga barang beberapa detik ketika sebuah hadiah mendarat indah di pipinya.

PLAK!!

“Sekali lagi kamu mengurus urusan saya, saya akan tarik semua fasilitas yang saya berikan!!”

Tangannya terkepal murkanya lalu berlari keluar rumah. Tidak mempedulikan mobil yang sudah siap dipanaskan. Kakinya melangkah keluar gerbang hingga berlari cukup jauh.

“Sial!!”

Ia mengusap kasar bulir air mata yang berhasil lolos. Seberapa pun dia berusaha kuat, perlakuan orang tuanya, selalu saja meninggalkan air mata akan sebuah luka yang dicipta.

Tangannya merogoh saku seragam dongker sekolahnya. Mengeluarkan benda pipih berwarna pink dan segera mengusap layar mencari nama seseorang di sana. Selang beberapa detik, benda itu sudah menempel di daun telinga kirinya.

“Jemput gue,” pintanya begitu panggilan pertama diangkat, nafasnya memburu.

“Ogah.”

“Jemput gue!!!”

“Gak tahu sopan santun lo! Udah minta jemput, maksa lagi.”

“Bacot. Jemput gue sekarang!” teriaknya. Tangannya terkepal.

“Dasar nenek lampir. Gak!”

“Lo sahabat gue bukan sih?” balasnya emosi.

“Detik ini gak!”

“Sialan!”

Gelak tawa disebrang sana membuat kaki jenjangnya menendang botol minum dengan keras, hingga botol malang itu mencium pohon dengan indahnya.

“Sepuluh menit lagi masuk,” decaknya.

“Lo punya mobil. Apa gunannya mobil?”

“Sumpah, lo tinggal jemput gue ribet banget sih!”

“Gue udah di depan sekolah. Malas.”

“Akbar!!”

“Apa sih?”

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang