[26] Kematian Arkan

1.5K 262 22
                                    

"Dian Dian?"

Panggilan itu membuatnya mata yang berjam tertutup kini terbuka perlahan. Langit kamar menjadi hal pertama yang ia lihat seiring bayangan kejadian itu kembali menyerang. Dadanya sesak, tenggorokannya tercekat dan keringat dingin kian membasahi sekujur tubuhnya yang sudah kacau.

Tsuk!!

Tsuk!!

Hah!!

Matanya terbelalak. Dian sontak terduduk di kasurnya dan menatap bajunya yang memang baju semalam. Tidak mimpi. Ini nyata. Ia terisak. Meraung dengan air yang mata yang kembali tumpah ruah. Darah. Pisau. Dan tusukan Arkan, semuanya menyatu untuk mengecam.

Dia berteriak. Tubuhnya bergetar hebat. Sedang tangannya meremas selimutnya dengan kuat berharap rasa sakit dan ketakutan itu sedikit sirna.

"Dian ...." panggilan lirih itu membuatnya mendongak. Akbar yang berdiri di samping kasurnya menatapnya penuh khawatir. Di belakang laki-laki itu ada Gian dan Vano yang juga berekpresi sama.

"Bar ... gue bunuh Arkan ...," lirihnya terisak. Mata bulat itu begitu sayu, menatap frustasi laki-laki dihadapannya yang mengeleng dan mendekat.

"Shtt ... Dian. Bukan." Akbar menghela nafas panjang. Membawa tubuh bergetar Dian ke dalam pelukannya. Berniat menenangkan, tangis Dian malah kian pecah.

"Gue g-ak ta-hu. Gue ... nu-suk Arkan. Bar! Gue gak mau masuk penjara."

"Di lo gak akan masuk penjara." Vano bersama Gian yang ada di sana berusaha ikut menenangkan. Mereka menghela nafas panjang.

Tragedi semalam benar-benar membuat mereka kaget luar biasa. Akbar yang pertama menemukan Dian dengan tangan penuh darah dan wajah pucat pasi. Menyelamatkan Dian agar orang tidak tahu, ia segera membawa gadis itu pergi menjauh dari sana. Dan saat itu juga Akbar mengabari Vano dan Gian. Sejak semalam, disinilah mereka, di rumah Dian. Gadis itu pingsan di dalam mobil setelah menangis.

"Gue pembunuh!" teriaknya kalut. Akbar mempererat pelukan mereka. Dia Mengeleng.

"Dian. Berhenti salahin diri lo. Itu memang akhir dari hidup Arkan. Rencana buruk dia yang membuat dia berada di ambang maut."

Dian tergugu. Ia melepas pelukan itu dan menatap ketiganya bergantian dengan putus asa. "Kalian ... masih mau jadi sahabat gue kan?"

"Kita bersahabat apapun yang terjadi Dian." Gian berujar serius. Menatap dalam mata Dian. Akbar dan Vano mengangguk mantap.

"Kita berada di garda terdepan buat lo."

Untuk menyelamatkan diri. Mereka sudah berdiskusi dalam. Ketiganya sepakat bercerita pada papa Dian. Awalnya Dian menolak. Karena dia takut kena amuk. Seberapa besar kemarahan papanya jika tahu anaknya pembunuh. Terutama Revo akan marah jika hal itu sampai merusak reputasi atau menjatuhkan perusahaannya.

Berkat bantuan Akbar, Gian dan Vano semua beres satu hari setelah tragedi itu juga. Walaupun sempat dimarahi hingga dihardik dan mendapatkan hinaan. Revo berusaha sekuat tenaga menutup kejadian itu dengan segala kepunyaannya.

Sekolah gempar, berita kematian Arkan sudah tersebar. Desas-desus bertebaran. Sekolah penuh pertanyaan kenapa Arkan bisa terbunuh. Memang. Semuanya sudah tertutup rapat. Berita tersebar di sekolah Arkan berkelahi dengan seseorang laki-laki di Club hingga menyebabkan laki-laki itu tewas secara mengenaskan.

Pihak kepolisian juga tidak memperpanjang. Berita secara cepat sudah ditutup. Hal mengangetkan adalah berita itu juga sudah tertutup sebelum Revo bertindak jauh. Dalam artian ada yang ikut membantu menutupi berita itu. Namun dia lebih gerak cepat.

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang