Mendengar pacarnya berada di ruang BK dalam keadaan babak belur membuat Dian segera meluncur. Ditambah rasa marahnya yang kian bertambah karena penyebabnya adalah Akbar- sahabatnya yang tadi dengan lancar memintanya putus.
Begitu sampai di lorong lantai 2, perhatiannya beralih pada banyak siswa-siswi yang berdiri tidak jauh dari BK. Sedang dari pintu itu sendiri kini keluar dua laki-laki yang terlihat mengerikan karena lebam.
"Arkan!" teriaknya mengalihkan perhatian orang. Termasuk pemilik nama itu dan ketiga sahabatnya yang juga sudah ada di sana.
"Kamu gak apa-apa?" tanyanya khawatir begitu berdiri dihadapan laki-laki itu. Arkan terdiam sejenak sebelum menjawab, tatapan meledek dilemparnya pada Akbar yang menatapnya dengan gigi bergemelutuk marah. Walau sudah kena marah dan nasihat di dalam tetap tidak mengendurkan aura kebencian di antara keduanya.
"Sakit nih, Yang. Obati di UKS ya?" Tatapannya melembut pada Dian yang kini tersipu malu dan mengangguk semangat.
"Ayo!" Dengan lembut digenggamnya tangan Arkan untuk pergi dari sana. Membuat Akbar merasa mual setelah panggilan itu dan kian panas akan apa yang ia lihat.
Sedang semua orang di sana membelalak mata tak percaya. Keraguan mereka keduanya jadian, saat ini sirna seketika. Lebih mengejutkan ketika seroang Arkan yang biasanya kasar dan selalu menolak Dian, kini malah mengalungkan satu tangannya di leher Dian. Hal yang membuat mereka geleng-geleng kepala tidak percaya.
Keduanya pergi menuju UKS, meninggalkan kerumunan yang ikut bubar dan Akbar, Gian serta Vano yang masih di tempat. Mereka melongo menatapi kepergian keduanya hingga hilang diperbelokkan dan beralih menatap kasian Akbar yang kini mengepalkan tangannya kuat-kuat seakan ingin kembali menonjok Arkan.
"Bar, sabar." Gian mendramatisir keadaan. Menepuk pelan bahu laki-laki yang langsung ditepis kasar.
Akbar memilih menjalan menjauh diikuti keduanya di samping kanan kiri. Dia diam dalam dendam dan desiran sakit yang bergejolak di dasar hati.
"Gue bingung Bar sama lo," ucap Gian begitu mereka berada di kantin. Matanya menatap Akbar yang mengobati sendiri lukanya setelah menyuruh anak UKS mengambil kotak P3K dan mengantarnya. Ia terlalu malas berada di UKS, sedang di sana akan membuatnya kian tidak bisa mengendalikan diri.
"Lo udah tahu Dian dari awal suka Arkan. Kenapa lo masih bertahan sama itu perasaan."
"Yan, kita mana bisa mengendalikan perasaan. Halnya Akbar. Hatinya udah ke Dian gimana lagi," komentar Vano yang bersandar dengan posisi tangan dilipat di depan dada. Sedang kakinya berselonjor ke kursi lain.
Akbar menoleh sejenak, sekali-kali tampak meringis begitu tangannya tidak sengaja menekan luka. Auranya masih seperti tadi.
"Lo cinta banget ya sama Dian?" Pertanyaan percuma Gian tiada mendapat respon. Tentu saja Akbar sangat cinta pada sahabatnya sendiri. Apa lagi bentuk kepeduliannya selama ini dan perlindungannya pada Dian. Sampai-sampai berusaha membuat sang sahabat jauh dari Arkan yang berniat buruk.
"Kenapa gak lo bilang aja sama Dian?" tanya Vano penasaran. Akbar mendongak, melempar kapas bekas alkohol ke tempat Sampah didekat sana lalu ikut menyandarkan tubuhnya.
"Iya, gue heran, seenggaknya lo kasih tahu kalau lo cemburu."
Akbar memilih bungkam, tidak menjawab. Dia terlalu pengecut untuk mengungkapkan langsung. Akbar hanya tidak mau setelah mengungkapkan persahabatan mereka tidak lagi sehangat dulu. Pernyataan perasaan di dalam persahabatan hanya akan membuat semua rengang. Walaupun berusaha baik-baik saja, pasti salah satunya akan menghindar. Terutama jika Akbar mengungkapkan, Dian akan menolak. Halnya gadis itu hanya mencintai Arkan. Dari dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu dalam Istighfar ✓
SpiritualBagaimana jika yang jahat, nakal, suka clubbing jadi tokoh utama? Ini tentang Arasya Faradian Rayen, gadis 17 tahun dengan keluarga berantakan. Ia punya sahabat, sama-sama usil dan suka clubbing. Dian itu dingin, tapi dia mencintai sosok sempurna be...