[25] Titik Hancur

1.4K 227 16
                                    

Karena wanita jika tidak bisa menjaga diri, dia akan mudah menjadi mangsa para lelaki.

Memintamu dalam Istighfar•

Ada yang Arkan tidak tahu. Semabuk apapun Dian, dia tidak akan tepar kecuali jika dia sudah menjatuhkan badannya. Kedua kakinya masih bertumpu tegak. Ruangan tempat dia berada sekarang membuat kantuknya seketika sedikit berkurang, walau rasa pusing masih mendera. Langkahnya berhenti begitu berada di sebuah lorong.

"Arkan?" Suaranya menggema di sepanjang lorong. Kepalanya mendongak.

"Kenapa ke sini?"

"Sadar?"

Dian menggeleng. Bukan untuk menjawab pertanyaan yang bahkan dia tidak mengerti tapi lebih ke mengusir pusingnya. Apa yang dia minum sampai efek pusingnya seperti ini. Dian mengenal Win yang selama ini ia teguk.

"Jalan pulang gak ke sini," tuturnya.

Arkan menyeringai. Kedua tangannya memegang kedua bahu Dian hingga gadis itu berhadapan dengannya. Di depannya kini ada sebuah kamar. Menurutnya saat ini tidak perlu lagi memperlihatkan topeng kepalsuan.

"Mabuk?"

"Hmm." Dian belum menyadari seringain itu. Karena fokusknya tidak lagi pada wajah Arkan.

"Arasya Faradian Rayen."

"Kan sakit," ringisnya  begitu laki-laki itu mencengkram erat kedua bahunya.

"Ini belum seberapa."

"Maksud kamu apa sih? Kok nada kamu berubah gitu?" Kepalanya mendongak. Tatapan Arkan bukan lagi lembut seperti sebelumnya. Namun kembali menajam dan penuh hunusan. Nada bicaranya pun penuh penekanan dan peringatan. Begitu juga aura seorang Arkan yang terlihat mengerikan.

"You are stupid girl!" kekehan itu membuatnya tersentak. Mata yang sayu karena kantuk itu kini melebar.

"Arkan?"

"Dian Dian. Mau aja lo dibodohi." Terlebih perkataan yang bukan aku kamu lagi membuat Dian melupakan kantuk dan pusingnya. Ada yang beda dari terasa mengganjal baginya.

"Kamu-"

"Cih. Kamu? Aku? Jijik!"

"Ar-kan ka ...." Kaget tentu saja. Ini bukan lagi Arkan yang dia kenal sejak jadian. Dian melangkah mundur dan berusaha menepis cengkraman laki-laki itu yang kian menguat.

"Kamu kenapa gini?"

"Kenapa gue gini? Lo terlalu buta sama cinta sepihak itu Dian. Lo terlalu lemah dan bodoh langsung percaya sama gue. Lo pikir ini semua tulus hah?"

"Jadi-"

Di, Arkan gak serius sama lo."

"Arkan sandiwara."

"Lo dipermainkan Dian."

Tubuhnya tersentak.

Tepat saat itu juga Arkan melepas cengkeramannya dengan seringain mengerikan. Membuatnya mundur.

"Lebih baik lo putus sama Arkan."

"Putus atau lo nyesel."

Apa yang Akbar, sahabatnya dan Bimo katakan, benar?

"Memang dasar cewek murahan itu bisa aja ya dipermainkan atau dihancurin?"

Dian mengeleng.

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang