[16] Bersama Akbar

1.4K 242 12
                                    

Sebelum lanjut absen dulu yuk?

Siapa aja nih yang nunggu cerita ini update?

•••••

Sudah sifat manusia seperti itu, selalu ingin mencari perhatian dan cinta hingga puas. Namun sering kali buta bahwa disekitarnya selalu ada cinta yang setia menunggu.

Memintamu dalam Istighfar•

Fajar sudah menyingsing sejak satu satu jam lalu, sedang kamar berukuran 6 x 7 m dengan nuansa putih susu itu masih juga terlihat begitu acak-acakan. Seorang gadis masih bergulung dalam selimut abu-abu tebalnya. Gordennya bahkan masih tertutup, membuat cahaya lembut matahari yang ingin masuk terhalang. Jelas sekali empunya belum beranjak sekedar untuk membuka gorden.

Drttt drttt

Deringan telfon kelima kali membuatnya terusik dan kian membenamkan kepala di bawah bantal. Membiarkan saja ponsel itu bergetar sampai bosan, lagipula dia di skors, siapa juga yang sangat berniat untuk menelfonnya pagi-pagi begini?

Getaran itu berhenti, membuatnya bisa kembali tidur dalam tenang. Tapi tidak saat getaran itu kembali berbunyi. Lagi. Seolah, memang sengaja ingin mengusik ketenangannya. Dia berseru jengkel, menjauhkan bantal dari wajah, menyingkap selimut tebal dan mengambil ponselnya di atas nakal dengan bibir mengerutu.

Riski Akbaro Calling

Ternyata ini pelakunya.

Dengan kesal dan mata yang masih mengantuk, Dian mengangkat panggilan itu tanpa merubah posisi tidurnya. "Ngapain sih pagi-pagi nelfon gue! Gue lagi tidur nih!” semprotnya kesal.

“Keluar lo sekarang."

“Please deh ya Akbar, lo 'kan tahu gue di skors. Malas banget.”

“Ya elah, keluar aja. Jangan lupa mandi, gue di bawah.”

Mata yang tadi menyipit kini membuka sempurna. Refleks dia mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur. Matanya menatap jarum jam yang baru menunjukkan setengah tujuh pagi. “Ngapain lo di rumah gue? Pagi-pagi lagi.”

“Jogging pakai sepeda, Buruan!”

Dian mencebik. Laki-laki itu yang mengajak tapi jawabnya ketus dan maksa gitu. Membuatnya ingin memukul kepala Akbar jika didepannya.

“Ogah!”

Tubuhnya kembali jatuh ke tempat tidur. Malas untuk sekedar keluar.

“Ya elah di. Suram banget hidup lo di kamar."

“Terserah gue kali! Gue gak mau. Sana aja, pergi sendiri.”

“Bodo amat Di, gue nungguin lima belas menit paling lama, gak turun gue dobrok pintu kamar lo.” Dian menatap androidnya dengan pelototan kesal. Mematikan panggilan sepihak dan melempar ponselnya ke atas kasur.

Matanya kembali menutup, namun batal karena akhirnya akan sama juga. Akbar akan memaksa. Dengan berat hati, ia menyingkap selimutnya, mendudukkan diri seraya menatap kamarnya yang berantakan, jika Akbar masuk pasti dia akan diledek.

Akbar-laki-laki yang sangat mencintai kebersihan dan kerapian. Pernah dia main ke kamar laki-laki itu, jika dibandingkan dirinya dengan Aila, mereka kalah dan Akbar menang.

Dengan malas dia menyeret langkah untuk membuka gorden, menutup mata sejenak kala cahaya lembut matahari menyapu lembut wajahnya. Segar jika saja dia luar, kecuali kamarnya yang agak pengap karena terkunci sejak kemarin. Ia melangkah kemudian ke kamar mandi setelah menyambar handuk.

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang