[40] Memilih Melupa

1.2K 243 29
                                    

Karena yang baik, bisa membuat kecewa.

Memintamu Dalam istighfar

[Kak Ilham?]

[Papa menikah]

[Dian ... Dian butuh seseorang]

[Tapi bahkan kak Ilham pergi jauh dari Dian}

[Apa yang harus Dian lakuin?]

Dian menunduk memeluk erat kedua lututnya, menangis sesenggukan karena pembicaraan tadi. Di saat seperti ini, sosok Ilham malah yang ia harapkan, namun mirisnya chat itu hanya dibaca tanpa dibalas sedikit pun.

Berat. terlalu berat.

Membayangkan dia benar-benar tidak mempunyai orang tua di sisinya benar-benar membuat hatinya remuk. Siapa lagi yang dia punya. Mamanya sudah pindah ke luar negeri dan punya kehidupan baru di sana, sedang sekarang, Papanya juga akan pergi. Jadi, sekarang dia benar-benar sendiri?

"Non, masih ada Bibi." Bi Nini mengelus lembut pundaknya. Berusaha menenangkan yang nyatanya makin membuat perasaanya hancur.

"Dian nggak punya harapan lagi, Bi," isaknya menahan sakit.

"Non, non masih punya Allah."

"Dian udah hijrah dan berubah baik, kenapa hidup Dian masih gini, Bi? Kenapa Papa nggak ada buat Dian dan pergi kayak Mama? Apa takdir Dian memang seperti ini, Bi? Dian jahat ya? Dian anak nakal ya atau Dian anak sial? Kenapa semua orang pergi?" tanyanya menangis.

"Ya Allah, Non. Jangan bilang gitu. Allah sayang sama Non"

"Tapi kenapa semua orang pergi, Bi!?"

"Non ."

"Dian punya siapa ya Allah ?" teriaknya tergugu. Kedua tangannya kini menelungkup wajahnya yang sudah basah, matanya memerah. Kata Ilham, hidupnya akan baik setelah hijrah. Tapi bahkan Ilham pergi juga.

Apa ucapan itu hanya omongan kosong untuk membuat hatinya senang?

Ilham nyatanya membencinya kan?

Makanya dia pergi dan nggak peduli lagi.

Dian benar kan?

Semua orang datang cuman sebentar, lalu pergi meninggalkan kesendirian yang menghanyutkan. Kecuali Akbar. Dian menepuk dadanya yang sangat sesak, Akbar. Dian kian paham, hanya Akbar yang ada untuknya hingga sekarang, dia saat semua orang pergi dan bahkan dia meminta laki-laki itu menghilangkan perasannya, Akbar tetap kekeuh berjuang.

Jadi, seharusnya Dian melihat Akbar kan?

Kenapa dia berharap semu pada ilham?

Hanya Akbar yang ada ketika dia butuh. Akbar yang ada ketika dia jatuh. Akbar sellau berada id depan, untuknya.

"Bi, tinggalin Dian sekarang," pintanya membuat bi Nini menggeleng ragu apalagi meninggalkan majikan mudanya dalam kondisi tidak baik-baik saja. "Dian nggak apa-apa, Bi. Dian mau sendiri," kesalnya melihat Bi Nini yang masih bergeming di tempatnya.

"Tapi Non janji ya nggak ngapain-Ngapain. Bibi mohon jangan ke club," ucap Bi Nini cemas. Beliau sudah senang melihat perubahan majikan mudanya, apalagi melihat Dian tidak pernah keluar malam. Hal seperti ini jika membuat Dian merubah kembali pikirannya benar-benar membuat Bi Nini cemas bukan main.

"Dian gak akan datang ke sana. Bibi balik ke rumah aja." Janjinya. Sejatuh-jatuhnya dia, Dian tidak mau. Tempat itu terlalu membuatnya trauma. Bi Nini mengangguk, lalu berbalik pergi setelahnya. Segera Dian mengambil ponselnya dan mencari kontak seseorang.

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang