"Jadilah berharga, dengan menjadi Ikhwan wa akhwat seutuhnya. Tutupi diri dengan jubah takwa. Tahan sejenak dunia, nanti kebahagian tiada tara ada di surga-Nya."
Dian mengatup bibirnya hingga keluar dari mesjid. Di kanan dan kirinya kini ada dua perempuan muslimah. Nama mereka Sera dan Isyla. Gadis yang ternyata seumuran dengannya. Tapi yang kini membuatnya terdiam adalah sepenggal kata yang disebut ustadz tadi. Kalimat yang membuatnya tertarik hingga menulisnya di note ponsel.
"Kamu, pulang sama apa Dian?" pertanyaan dari gadis berwajah tirus dengan Khimar Maroon membuatnya sontak mengerjap. Sera menatapnya dengan lembut.
"Oh gue sama teman."
"Thoyib. Kalau begitu kita duluan ya?" Isyla yang kebalikannya berwajah bulat menatapnya dengan senyum manis.
"Makasih ya. Tadi nyamperin gue." Dian sumringah. Tadi ditengah merasa asing, ia duduk di belakang. Namun Sera dan Isyla datang mengajaknya bergabung.
"Masya Allah. Sama-sama. Oh iya. Nanti kalau kamu ikut pengajian ini kabari kita aja ya. Ini nomor aku."
Dian menatap sejenak secarik kertas yang diberi Isyla. Kepalanya mengangguk kecil. "Tapi, seharusnya gue yang ngomong gitu. Gue gak tahu apa-apa soal pengajian," ringisnya menerima.
"Pasti. Insya Allah. Nanti kamu chat aku duluan ya? Nomor kamu belum ada."
Dian mengangguk mantap dengan senyum merekah.
"Ya sudah. Assalamualaikum. Kami pamit ya," pamit keduanya mengulurkan tangannya. Membuat kedua alis Dian tertaut heran.
"Salam persaudaraan," lanjutnya tersenyum.
Dia segera menerimanya. Mereka cipika-cipiki muslimah dan bergantian dengan Isyla.
"Jangan sungkan ya, kita saudara. Dah, Ukh." Mereka melambai dan berjalan menjauh. Meninggalkannya yang kini tersenyum lebar.
Ukh
Kata asing tapi nyaman. Berteman dengan mereka baru sebentar, membuat perasannya senang. Apalagi keduanya bilang mereka saudara. Biasanya orang akan bilang kita teman, ini saudara.
Senyumnya tetap bertahan. Ada perasaan senang yang tergambar. Selanjutnya setelah keduanya hilang dari pandangan, Dian memutar badan, berjalan menuju parkiran dan menghampiri Ilham yang tersenyum di sana.
"Ada yang senang nih punya teman Salihah."
"Off course, Kak. Dian sekarang ada teman," balasnya riang.
Ilham terkekeh. Merasa senang dengan itu. Setidaknya teman saleh akan membantu Dian dalam hijrahnya.
Dian mengulum senyum. Menatap Ilham yang terkekeh. Sejenak diperhatikannya Ilham yang begitu adem. Dia baru sadar Ilham begitu menenangkan dan berkali tampak menawan.
"Ya udah, yuk!" Ilham melirik jam tangannya, menatapnya sejenak sebelum berbalik menuju motor.
"Langsung pulang, Kak?"
Dian ikut naik ke atas motornya yang tepat berada di samping Ilham, lalu menoleh sejenak sebelum memasang helm.
"Iya, Di."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu dalam Istighfar ✓
EspiritualBagaimana jika yang jahat, nakal, suka clubbing jadi tokoh utama? Ini tentang Arasya Faradian Rayen, gadis 17 tahun dengan keluarga berantakan. Ia punya sahabat, sama-sama usil dan suka clubbing. Dian itu dingin, tapi dia mencintai sosok sempurna be...