[39] I am okay

1.1K 241 37
                                    

Ilham menghilang. Tidak lagi ada kabar. Harinya benar-benar kembali berbeda dengan sebelumnya. Setiap saat Dian menunggu chat Ilham, menunggu laki-laki itu bertanya kabar atau keadaan, paling tidak mengajaknya pengajian lagi.

Tapi tidak ada. Sama sekali.

Bahkan chatnya sejak dua bulan lalu tidak pernah lagi dibalas. Ada kerinduan yang dia rasakan, apalagi setiap berada di parkiran masjid, mall, bahkan hanya karena melihat motor. Rasanya meledak, namun tidak bisa terobati. Sekuat tenaga dia berusaha menahan, atau mengenyahkan, bayang-bayang Ilham malah kian gencar.

Kadang Dia lelah pada harapan semuanya Ilham akan kembali. Apa yang terlalu dia harapkan. Ilham kembali dan semuanya seperti semula atau lebih-lebih pada harapan Ilham kembali dan kelak keinginannya terkabul?

Dian tersenyum masam. Sepertinya dia terlalu bermimpi tinggi. Hayolah Dian. 'Siapa kamu siapa Ilham? Memangnya Ilham mau sama kamu yang kehidupannya seperti ini? Ada laki-laki soleh mau sama gadis dengan masa lalu buruk sekali.'

Dian menggeleng prihatin pada harapannya. Kini, dia akan berusaha tidak terlalu memikirkan Ilham. Menaruh harap pada seseorang yang terasa jauh itu kadang memang melelahkan. Sekarang dia serahkan seutuhnya pada Allah. Apapun endingnya, jika Ilham memang benar-benar tidak kembali, mungkin dia memang harus melupakan.

Apalagi setelah mendengar kajian dan berteman dengan Isyla dan Sera, ilmunya makin bertambah, Dan dia mulai paham juga bagaimana seharusnya wanita muslimah tidak akrab bahkan terlalu dekat dengan laki-laki. Ada batasan antara perempuan dan laki-laki yang harus dijaga dalam islam. Jika berkeinginan dengan seorang karena rasa fitrah yang sudah ada dalam diri manusia, tidak seharusnya dilakukan dengan pacaran atau mengejar, namun dengan meminta hatinya kepada Allah di sepertiga malam. Karena meminta kepada yang berkuasa atas hatinya lebih membuka jalan, daripada meminta langsung yang malah menikam perasaan jika realitas tak sesuai harapan. Sekarang cukup dengan doa dan istighfar dia meminta Allah perkenankan harapannya.

Setelah menatap lagi parkiran masjid yang merupakan tempat pertama kali dia dan Ilham bertemu, Dian membawa mobilnya pergi. Sore ini dia akan mengikuti les seperti dua bulan sebelumnya. menyibukkan diri dengan sekolah, les, hijrah setidaknya akan membuatnya tidak memikirkan Ilham. Dia hanya ingin fokus pada diri dan tujuannya mulai sekarang.

Apalagi senin depan dia sudah mulai ujian akhir sekolah. Ujian terakhir yang akan dia hadapi setelah berbagai jenis ujian lainnya. Seminggu dia akan bertempur habis. Dan dian akan benar-benar berusaha, agar dia lulus dan bisa menyambung ke PTN yang dia inginkan.

***

"Lo langsung pulang?"

"Iya, capek banget badan gue, Bar."

Keduanya berjalan bersisian di Lorong tempat bimbel menuju parkiran.Mereka memang sama-sama mengikuti bimbel yang sama, ketika Dian memberitahu dia ikut bimbel, Akbar langsung ikutan. Dengan dalih dia juga mau fokus.

Kini hari sudah mulai gelap, senja sudah hilang berganti dengan pekatnya malam. Dian yang mengikuti bimbel sampai jam setengah delapan malam, kini melangkah dengan wajah kelalahan. Dari pagi di sekolah, pulangnya langsung bimbel sampai malam. Kelas 12 memang menguras pikiran dan tenaga.

"Gue anter sampai rumah."

DIan memutar kepalanya, menatap malas Akbar yang ia larang pun akan percuma. Notabennya setiap pulang bimbel malam, Akbar akan mengikutinya sampai depan gerbang. Katanya biar aman. Udah malam, nggak baik. Kadang. Dian heran, toh sebelumnya dia malah suka pulang tengah malam.

"Lama-lama lo benar-benar nggak bisa hilangkan perasaan itu, Bar. Orang tiap hari ketemu gue mulu."

"Ya udahlah, gue masih ada peluang juga 4 tahun."

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang