[34] Pernyataan Akbar

1.2K 259 26
                                    

Usai membeli beberapa gamis atas saran Ilham juga, Dian kini berdiri menenteng paper bagnya yang berisi 3 set gamis lengkap dengan khimarnya dengan senyum senang. Sedang kakinya mengiring ilham yang berjalan dulu di depan. Sebenarnya Dian ingin jalannya beriringan dengan Ilham, tapi laki-laki itu menolak, nanti orang salah paham. membuatnya menggerutu, lagian di tempat ramai ini kan mereka nggak kenal Ilham atau dia juga.

"Kak Ilham jangan cepat-cepat. Dian pakai gamis ini," gerutunya begitu Ilham kian jauh. Laki-laki itu sontak berbalik dengan cengirannya. Kembali ke belakang dan berdiri dua meter di depannya.

"Ya udah, Yuk!"

Dian mengangguk, berganti lagi dengan senyum manis. Kini jarak mereka tidak terlalu jauh, namun tetap saja Ilham di depan. Kalau ditanya kenapa Ilham nggak di belakang malah di depan. Jawaban laki-laki itu adalah, "kalau perempuan di belakang, laki-laki jadi mandang perempuan dari belakang. Itu nggak baik." Dia sebenarnya tidak paham, tapi dia menggangguk saja.

"Hai?"

Suara yang tiba-tiba terdengar di sampingnya membuatnya menoleh. Melihat seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak dan jeans hitam membuatnya mengangguk dan tersenyum. "Iya, Hai, kenapa ya?"

"Muslimahnya ya," puji laki-laki itu dengan senyum lembut. "cantik lagi," sambungnya membuat Dian tersenyum . Perempuan mana yang tidak senang dipuji, dibilang muslimah lagi.

"Gue lamar boleh nggak. lagi ciri istri saleh."

Dian sontak menghentikan langkahnya dengan mata membulat. "Hah?" Ini serius. Seorang Dian yang baru hijrah dilamar mendadak di pertemuan pertama. Parahnya laki-laki asing. Dian menggeleng kecil dan menepuk-nepuk dahinya. Oke ini mimpi kan?

"Kenapa?" tanya laki-laki tersebut membuatnya mendongak.

"Afwan, dia punya gue," ucap Ilham yang membuat Dian terkejut. Ilham kini berdiri di sampingnya, menatap datar laki-laki tadi dan beralih padanya dengan senyum lembut. "Yuk sayang!"

Blush!

Dian mengerjap-ngerjap dengan wajah merah. Wajahnya mengangguk kaku dan keduanya melangkah beriringan meninggalkan laki-laki tadi. Dian tidak tahu lagi kabar laki-laki itu, yang pasti dia sedang mengatur ritme jantungnya yang tiba-tiba abnormal. Dia tidak mengerti, kenapa ada perasaan mengganjal hanya karena ini.

Diliriknya Ilham yang tampak diam dengan wajah flat. Dian bersungut-sungut kesal. Tingkah laki-laki itu seolah tadi dia tidak menyebut apa-apa. "Kak Ilham?"

"Hm?"

"Tadi."

"Cuman nolongin."

"Kan dia cuman lamar Dian. Padahal Dian belum jawab, eh kak Ilham malah ngaku-ngaku. Aduh Kak Ilham tadi itu sosweet banget nggak sih, pertemuan pertama langsung diminta jadi istri," ucapnya tersenyum dengan kedua tangan yang menelungkup pipi.

Ilham sontak menoleh. "Jadi mau terima dia?"

"Hmm .. mikir dulu deh, tapi kayaknya boleh tuh, Kak."

"Kalau dia serius seharusnya datang ke rumah."

"Kan dia nggak tahu rumah Dian," sunggutnya, "padahal tadi kan bisa aja, Dian kasih alamat Dian terus bilang minta sama yang berhak atas diriku," ucapnya terkekeh. "Ya ampun kayak yang lagi viral ya, Kak."

"fokus aja sekolah, Nggak usah mikir itu dulu," balas Ilham jutek.

Dian melirik kesal. "Kok kakak yang sensi sih. Lagian apa salahnya nikah muda? Bukanya bagus?" tanyanya yang membuat Ilham bungkam. Setelahnya Ilham tidak bersuara lagi, membuat Dian kebingungan sendiri. Dia ada salah?

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang