[3] Ditinggal Arkan

2.3K 332 0
                                    

Mobil itu sudah hilang diperbelokkan. Dian menunduk menatap bajunya yang basah semua. Perhatiannya beralih ke sekeliling. Sepi.

Dengan tubuh yang kedinginan, Dian bangkit dari duduknya seraya memeluk tubuhnya sendiri. Arkan menurunkannya di depan taman, tidak ada tempat peneduh selain pohon. Perhatiannya beralih ke belakang, sebuah mesjid berdiri megah di sana.

Langkahnya mendekat dengan cepat. Benar-benar dingin. Bibirnya yang sudah membiru masih mengerutu.

Begitu kakinya berbelok ke kiri menuju pelataran masjid, sebuah motor yang tiba-tiba datang dan hampir menabraknya, rem mendadak membuatnya terjatuh.


"Aww ...."

Tubuhnya kembali mencium aspal yang dingin dan basah. Ia merintih dan berteriak kesal. Dilihatnya  seroang laki-laki berjaket parasut dengan helm full face turun dari motor yang merupakan pelaku dari ini semua.

"Lo bisa gak sih bawa motor?" teriaknya kesal.

"Afwan, saya tidak sengaja." Laki-laki itu membuka helmnya, menampakkan wajah putih bersih dengan kaca mata petak berukuran sedang. Dia menyipit saat air hujan membasahi wajahnya.

"Gak sengaja gak sengaja. Lo kira ini jalan raya?!" hardiknya. Dengan tubuh yang semakin basah, Dian bangkit dengan wajah bete luar biasa.

"Maaf." Laki-laki itu meringis. "Hujannya lebat, saya juga buru-buru sebentar lagi Azan."

Ia menatap jengah. Mengabaikan permintaan maaf itu dan berniat pergi. Dian benar-benar ingin pulang dan menghangatkan tubuh. Sudah tidak tahan lagi dengan kedinginan ini.

"Aduh." Baru kakinya melangkah, rasa nyeri di pergelangan kaki membuatnya menunduk menatap kaki mulus yang tereskpos. Dia mendesah dan menatap tajam laki-laki itu.

"Kakinya sakit?"

"Pakai nanya lagi! Gara-gara lo tahu gak!"

"Saya minta maaf."

"Ogah."

Dia bete dan sangat bete. Dian mengedarkan pandangannya, lalu tersenyum lega melihat taxi melintas. Tangannya melambai menghentikan taxi tersebut.

"Sebentar!"

"Apa sih?"

"Saya ada obat herbal untuk kaki terkilir."

"Gak usah!!" teriaknya dengan tatapan tajam. Sambil menunggu taxi mendekat ia memeluk tubuhnya karena dingin.

Begitu taxi berhenti, Dian membuka pintu namun ucapan supir taxi membuatnya berdecak kesal.

"Aduh Mbak. Mbaknya basah. Cari taxi yang lain ya Mbak?"

Ia menghempas pintu itu dengan gerutuan. Taxi itupun melaju pergi membuatnya menghentakkan kaki kesal lalu meringis karena sakit. Kenapa hidupnya sial sekali?

Diliriknya sejenak laki-laki yang tadi menabraknya sudah memakai kembali helmnya dan baik ke atas motor. Lalu pergi menuju parkiran mesjid.

Matanya melotot. Sudah hampir menabraknya dan sekarang laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkannya? Benar-benar gak tanggung jawab.

Dian berdecak. Kalau begini bagaimana dia pulang. Arkan tega meninggalkannya dan sekarang dia sial.

Lagian seharusnya 'kan laki-laki itu berbaik hati menolongnya atau mengantarnya pulang? Malah main pergi.

Dian merogoh sakunya, mengambil Smartphone-nya dan mendesis saat melihat benda itu sudah basah. Ditekannya tombol power, namun sayangnya benda itu meredup.

Memintamu dalam Istighfar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang