Udah nyoblos tadi belum?😂
Jangan lupa vote dulu ya. Happy reading 🌹
____________________________"Lo yakin?"
Dian menatap tidak yakin Akbar yang kini menatap malas ke arah masjid. Tadi, laki-laki itu memaksa ikut, dengan alasan pengen tahu aja. Tapi Dian benar-benar tidak yakin, lihat saja sekarang wajah itu. Melihat masjid bahkan mendatanginya sudah jadi aneh bagi Akbar. Persis seperti dia dulu. Dian saja sekarang kadang masih naik turun, namun Isyla dan Sara selalu membuat semangatnya naik lagi. Lebih-lebih dia semangat teringat Ilham.
"Yakin."
"Alasan ikut nggak karena gue kan?"
Dian menyipit. Membuat Akbar langsung mengelak. "Enggak, Pd lo," decaknya seraya berlalu begitu saja membuat Dian memperhatikan kepergian Akbar seraya menghela nafas. Padahal dia tahu alasan Akbar mengikutinya ke pengajian.
"Bar, itu pintu cewek." peringatnya membuat tubuh Akbar berbalik dan mendekat kembali.
"Di dalam itu ngapain?"
"Dengar ustadz, lo kira balapan?"
"Untung sayang, kalau gak gue katain lo, Di."
Sejenak Dian bergeming, karena Akbar membahas perasaan. Namun buru-buru dia merubah ekspresinya jadi meledek. " Emang lo pernah ketawain gue selama ini?"
Akbar mendengus,
"Kalau bisa dengerin ya, Bar. Mungkin aja jadinya lo hijrah."
"Gak. Gue penasaran aja."
Dian mencibir. Melihat Isyla dan Sara yang mendekat membuatnya kembali menoleh pada Akbar. "Itu Isyla sama Sara, teman baru gue. Ya udah lo masuk langsung, Bar. Bye." Setelahnya Dian berjalan mendekat dengan senyum lebar.
"Assalamualaikum?"
"Wa'alaikumsalam."
"Tadi siapa, Di?"
"Ooh itu?" Dian menoleh sekilas ke belakang, melirik Akbar yang berdiri dengan satu tangan terselip ke sakunya. Sedang tatapannya ke arah dia saat ini. "Sahabat gue. Akbar."
"Ooh." Isyla bergumam pelan. "Sering bareng?"
"Sering banget, Sya, kita sahabatan udah lama, Kenapa, Sya?" Melihat Isya dan Sara yang saling pandang membuatnya sedikit ganjal. "Apa ada yang kalian mau bilang?" tanyanya kemudian. Mereka mengangguk ragu.
"Tapi, Nggak apa-apa ya?"
"Santai aja." Dian mengulum senyumnya. Jika biasanya dia menutup telinga diberi nasihat, sekarang tidak akan lagi. Bagi Dian sekarang, orang menasehati itu, karena mereka perhatiaan dan sayang dengan kita, buktinya mereka tidak mau kita melakukan kesalahan atau berkubang pada hal yang tak dibolehkan.
"Sebaiknya jangan terlalu dekat, Di," cicit Sera pelan. Isyla mengangguk.
"Tapi kami cuman sahabat. Nggak pacaran. Emang gak boleh ya?" Dian bahkan tidak tahu, yang dia tahu islam melarang pacaran. Itu saja.
"Enggak, Di. Walaupun gitu, yang namanya dekat sama non mahrom, apapun jenisnya sebaiknya jangan. Islam mengajarkan kita menjaga pandangan sekaligus jarak." Dian tercenung sejenak. Menatap mereka menunggu kelanjutan. "Bukannya membatasi pertemanan, namun Islam cuman mau jaga kita, Allah sayang banget sama kita. Makanya ada Batasan. Apalagi perempuan itu godaan besar laki-laki, kita bisa jadi fitnah. Mereka mudah tertarik sama kita dari setiap hal. Suara, kecantikan, sikap, bahkan mata."
"Gitu ya?" Kepalanya menoleh lagi, melihat ke tempat tadi. Di mana tidak ada lagi Akbar di sana. "Tapi, kita udah deket banget. DI sekolah bareng, di luar juga." Berat tentu saja. Sejak lama Bersama mereka. Mereka satunya teman terbaiknya. Bersama mereka banyak hal seru yang terjadi di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu dalam Istighfar ✓
EspiritualBagaimana jika yang jahat, nakal, suka clubbing jadi tokoh utama? Ini tentang Arasya Faradian Rayen, gadis 17 tahun dengan keluarga berantakan. Ia punya sahabat, sama-sama usil dan suka clubbing. Dian itu dingin, tapi dia mencintai sosok sempurna be...