Prolog

7K 559 57
                                    

Bismillah...

"Yang mendapatkan nomor 10 silahkan mengisi kursi deretan nomor tiga, baris ke dua dari tepi kanan."

Gisella melangkah berat ke kursi yang disebutkan oleh Bu Erika, wali kelasnya. Sesaat menoleh ke belakang, melambaikan tangan pada Yara yang merupakan mantan teman sebangkunya selama tiga hari terakhir.

"Gisellaaa! I will miss youu!" teriak Yara lebay yang langsung dibalas sorakan seisi kelas.

Gisella tertawa melihat tingkah Yara yang sekarang sudah meringis karena diledek. Ini yang membuat Gisella  berat hati untuk pindah duduk, meski baru berteman beberapa hari, ia merasa sudah sangat klop dengan Yara.

Gadis itu lalu menaruh tasnya ke kursi yang dimaksud Bu Erika, menaikkan alis saat melihat sudah ada seorang cowok yang mengisi kursi di sebelahnya. Pemuda itu sedang menaruh kepala di atas lipatan tangan dan menunduk dalam.

Karena sekolah masih berjalan baru beberapa hari, Gisella masih belum terlalu mengenali teman-teman sekelasnya.

"Permisi, gue duduk di sebelah lo ya," kata Gisella. Pemuda itu bergerak sedikit, lalu mengangkat wajah dan menatap Gisella lekat membuat gadis itu agak jadi salah tingkah.

"Eung, maaf, gue lupa, nama lo siapa ya?" tanya Gisella. Cowok itu mengedip.

"Abyan," jawabnya pelan. Wajahnya terlihat agak pucat.

"Ooh, gue Gisella, lo baik-baik aja? Wajah lo pucat lho," kata Gisella lalu duduk di sebelah Abyan. Pemuda itu menelan ludah, tatapannya berubah sayu.

"Perut gue sakit banget. Lo ... punya minyak kayu putih gak?" tanyanya lemah.

Gisella mendelik lalu mengangguk cepat, tak menyangka perkenalannya dengan sang teman sebangku berjalan seperti ini.

"Ada, bentar, gue cari dulu ya," katanya sambil membongkar isi tas namun langsung mendesah pelan saat tak menemukan benda mungil berwarna hijau itu di dalam tas,  baru ingat jika tadi Yara yang meminjamnya.

"Bentar ya By, gue ke Yara dulu, tadi dia minjem," kata Gisella panik lalu buru-buru menuju Yara yang mendapatkan kursi di deretan belakang.

Alis Abyan terangkat, dengan mata yang masih mengikuti Gisella yang terlihat cemas. Senyumnya muncul begitu saja.

"By? Dia manggil gue By?" ucapnya lalu terkekeh, "manis banget," katanya gemas sendiri, walau tak lama kembali meringis karena perutnya terasa sangat sakit.

🐻🐻🐻

Kantin terlihat sangat ramai dari jendela kelas, membuat Abyan yang masih merasa sakit perut jadi mendengus pelan. Gisella yang hendak ke kantin dan sedang menunggu Yara jadi melirik ke arahnya. Melihat pemuda itu memeluk perut.

"By," panggilnya. Abyan jadi menelengkan kepala ke arahnya, pipinya masih ia taruh di atas bantalan tangan.

"Hm?" jawab Abyan. Gisella membasahi bawah bibir.

"Lo mau nitip sesuatu?" tanyanya membuat mata Abyan mengerjap.

"Boleh?" tanya cowok itu. Gisella mengangguk.

"Boleh, lo mau titip apa? Biar gue beliin," katanya.

Abyan bergumam, "Gue mau beli batagor sih," katanya. Gisella mendelik.

"Heh, perut lo kan lagi sakit, masa beli batagor, gue beliin bubur ayam aja ya?" kata Gisella. Abyan tersenyum kecil.

"Ya udah gak apa-apa," katanya.

Yara yang baru selesai mencatat pelajaran dan hendak mengajak Gisella ke kantin langsung menaikkan alis saat melihat wajah pucat Abyan.

"Lo kenapa Yan? Sakit perut lagi?" tanyanya santai.

"Lo sering sakit perut By?" tanya Gisella cemas. Yara yang mendengar panggilan Gisella untuk Abyan langsung menoleh ke arah gadis itu, menatapnya kaget. Walau memutuskan untuk membiarkan karena merasa itu bukan hal yang penting untuk dibahas.

"Iya, Abyan emang sering sakit perut karena kebanyakan makan, emang rakus dia," ungkap Yara tanpa beban membuat Abyan yang sejak tadi berusaha menjaga imagenya di depan Gisella jadi mendengus.

"Kok lo tau?" tanya Gisella.

"Waktu kelas 10 gue sekelas sama dia," jawab Yara.

Gisella membulatkan mulut, "Ooh, gue kira Abyan tadi ada riwayat sakit magh, ya udah deh, istirahat aja dulu By, nanti kalau bubur ayamnya udah jadi, gue bangunin," kata Gisella lalu tersenyum.

Yara melirik ke arah Gisella, lalu mengalihkan pandangan pada Abyan yang mengangguk patuh pada Gisella.

"Sejak kapan Abyan bisa jinak begini?" lirih Yara heran.

Gisella dan Yara lalu berjalan ke kantin. Sebenarnya mereka bisa saja memesan dari jendela kelas karena kantin benar-benar bersebelahan dengan jendela kelas mereka, tapi karena kantin sekarang sedang ramai, hal itu tidak bisa dilakukan.

"Kira-kira Mbak Desi ada jual pepaya gak ya?" ujar Gisella setelah memesan bubur. Yara menaikkan alis.

"Seingat gue ada sih, lo mau beli es pepaya?" tanya Yara menyebutkan salah satu menu kesukaan mereka di kantin. Gisella menggeleng.

"Enggak, maksud gue pepaya yang biasa aja, bukan pepaya yang pakai coklat," jawabnya. Yara bergumam lalu menggeleng kecil.

"Enggak deh kayaknya, tapi tanya dulu aja, emang kenapa? Kok gak mau yang pakai coklat?" tanya Yara.

"Mau gue beliin buat Abyan, perutnya kan lagi sakit," jawab Gisella santai sambil mengulurkan uang ke penjual bubur ayam di kantin. Yara ternganga kaget sambil mengikuti langkah Gisella yang sudah berjalan menuju warung Mbak Desi.

"Gis, lo naksir sama si Abyan?" tanya Yara membuat Gisella yang sedang berjalan di depannya jadi mengerem mendadak.

Matanya melotot saat menoleh ke arah Yara, "Apa hubungannya sih, emang kalau kita baik ke orang itu artinya suka gitu?" jawabnya kesal. Yara terkekeh.

"Ya siapa tau kan, jarang banget soalnya Abyan diperhatiin sebegininya waktu sakit perut. Dulu waktu kelas 10 dia malah dijadiin bahan bercandaan kalau lagi sakit," kata Yara.

Gisella mendengus, "Berarti anak kelas lo yang bermasalah," katanya, gadis berhijab itu lalu bergumam.

"Lagian ya, Abyan itu auranya kayak adek-adek gitu, rambutnya tebal trus kelihatan lembut banget, gue jadi inget adek gue waktu lihat dia sakit," kata Gisella gemas. Yara mencibir.

"Adek-adek apaan? Lo gak tau aja tingkah Abyan itu kalau udah sehat kayak gimana," kata Yara. Gisella mengangkat alis.

"Emang beda?" tanyanya. Yara mengangguk kuat.

"Abyan itu aslinya berisik trus gak bisa diem, lo lihat aja besok aslinya Abyan gimana," ucap Yara.

Gisella mengerutkan kening. Masa sih? Padahal Gisella sudah nyaman dengan tingkah kalem Abyan yang sekarang. Jujur saja, Gisella paling tidak bisa duduk sebangku dengan anak yang berisik dan tidak bisa diam.

Gisella menghela napas lalu kembali melanjutkan langkahnya. Dalam hati berdoa semoga apa yang dikatakan Yara tidak benar.

Semoga.

Semoga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Me Vs Inscurities [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang