41. DIFNG

111 5 0
                                    

"Aku minta maaf banget ya Ka." Ujar Alya yang sedari tadi terus meminta maaf.

Alya merasa bersalah dengan pertengkaran Indra dan Dian. Dirinya bahkan baru tau kalau Dian adalah tunangan sahabatnya.

Alya kira, Dian tak jauh beda dengan dirinya. Seorang sahabat yang begitu dipedulikan oleh Indra.

"Bukan salah kamu. Udah nggak usah dipikirin, ayo masuk." Balas Indra kemudian melangkah masuk ke dalam mansionnya.

"Ka, tunggu!" Seru Alya.

Setelah Indra berhenti, dia berlari kecil menyejajarkan dirinya dengan keberadaan Indra.

Alya merogoh tas bagian depannya. Menggenggam dengan erat benda yang begitu berharga baginya.

"Ini punya kamu?" Tanya Alya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Bukan. Itu?" Balas Indra dengan menggantungkan kalimatnya. Berusaha mengingat kenangan benda itu.

"Oh kalung itu yang dulu kamu pegang kan? Aku kira punya kamu." Tambah Indra.

"Atau punya Ara?" Tanya Alya lagi.

"Kayaknya Ara nggak punya kalung kayak gitu. Walaupun kita punya nama inisial I, tapi kita nggak pernah punya kalung model kaya gitu." Jelas Indra.

'Ternyata bukan Aska. Pantas rasanya beda.' Batin Alya menatap sendu kalung berbandul huruf I dalam genggamannya.

"Tapi aku kaya pernah liat desain kalung ini." Celetuk Indra menatap bingung kalung dalam genggaman Alya.

"Ah, gatau. Gabisa inget." Ujarnya lagi seraya mengusap kasar wajahnya.

Pikirannya masih bergerilya mengenai hubungannya dengan Dian. Bersyukur sekali Indra bisa menahan emosinya tanpa meluapkan pada sahabat kecil di depannya ini.

"Gausah dipikirin. Masuk yuk, kamu pasti cape." Ajak Alya yang mengerti situasi.

¤=¤=¤=¤

Bugh
Bugh
Bugh
Bugh

"Uhuk uhuk..."

"Diem!" Bentak Disa a.k.a Dian.

Amarahnya dia lemparkan pada mainan Jouis yang satu ini.

Otaknya seperti tak bekerja sekarang. Bagaimana bisa, dia menyuruh sasarannya tak bersuara, sedangkan sedari tadi terus dihujami bogeman amarah.

Anggota yang menyaksikan karena mereka memang berjaga pun menatap iba, namun tetap saja ada yang menyunggingkan senyum puas. Bagaimanapun juga, sasaran nonanya termasuk musuh mereka yang wajar untuk disiksa.

Selesai meluapkan amarahnya, Dian beranjak memasuki ruangannya. Ada ketiga sahabatnya yang duduk di sofa, sesekali menyesap minuman yang tersaji.

Jujur, Lesha berdecak sebal. Niat bahagia ingin bermain justru sirna. Apa lagi kalau bukan larangan dari leadernya.

Lita masih mending, dia memiliki mainannya. Bahkan sekarang tengah ia jumpai di ruang tahanan.

Berbeda dengan Jouis yang geleng-geleng melihat tingkah sebal sahabat yang sudah ia anggap adiknya. Zarta? Entah dia kerasukan apa, semenjak masuk ke markas, senyumnya terus mengembang tanpa niat ia musnahkan.

Dian ikut duduk di samping Lesha. Menyenderkan tubuh pada punggung sofa. Matanya ia tutup, berniat istirahat sejenak sebelum kembali melampiaskan pada kertas-kertas di meja miliknya.

¤=¤=¤=¤

"Dari mana aja Ta?" Interupsi Elena menyambut kedatangan putrinya.

Dian Is Fuck Nerd GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang