54. DIFNG

90 4 0
                                    

Dian memasuki kamarnya. Dia menekan sebuah buku yang bersandar pada rak buku. Tak lama rak buku itu berbalik, menyajikan lantai besi seluas satu meter persegi.

Dian menginjak besi itu. Layaknya lift, besi tersebut bergerak turun menuju lantai bawah. Tepatnya lantai satu, karena kamar Dian berada di lantai dua. Tempat ini adalah satu ruangan tak berpintu. Entah para maid menyadari kehadiran ruangan ini atau tidak, Dian tak peduli itu.

Setiap lantai yang dilewati lift akan tertutup secara bergeser, tentunya dengan otomatis. Maka dari itu, apabila ada seseorang masuk kamar Dian, dia tak akan menyadari adanya lift. Memang kurang tepat untuk dikatakan lift. Tapi sebut saja lift sebagai sinonimnya.

Lift ini mengantarkan pada lantai dua—kamarnya-, lantai satu, garasi basement dan privat basement room. Namun semua ruangan yang dijamah lift ini tak ada jalan keluar selain lift itu sendiri, tentu kamar Dian pengecualian. Privat basement room adalah lantai paling dasar yang tidak diketahui keberadaannya oleh para penghuni, ya, kecuali sang pemilik tentunya. Kecualikan juga pembangun mansion a.k.a anggota KristalBlue.

Sampai di lantai satu, Dian membuka pintu berkeamanan. Ia memasuki ruangan yang lebih sempit. Mungkin hanya seluas tiga kali-tiga meter-persegi.

Matanya hampir keluar, pikirannya melayang, tangannya bergetar, tubuhnya lemah, jangan lupakan jantungnya yang meronta seolah ingin keluar. Sekuat tenaga Dian berjalan dengan cepat.

Setelah sampai kamar, Dian meraih tas dan handphone-nya yang tergelatak di meja kerja. Ketika masuk memang dilarang membawa benda apapun yang bisa terlacak lokasinya.

Sembari berjalan, dia mengirimkan pesan siaran ke grup pendiri mafia terbesar itu. Setelahnya, ia memerintahkan Zerro untuk menghubungi ketiga sahabatnya. Dia hanya berjaga-jaga, kalau saja ketiga sahabatnya tidak membuka grup. Apalagi mereka masih perang dingin.

"Katakan pada Aska untuk pulang lebih dulu!" Perintah Dian pada kepala maid.

"Baik Nyonya."

Tanpa berucap lagi, dia menuju garasi. Menunggu pintu garasi yang terbuka dengan sangat amat lambat disituasi seperti saat ini, Dian sempatkan untuk memanaskan mobil, dipersiapkan untuk tempur.

Setelah garasi terbuka lebar, Dian menancap gas, membelah jalanan dengan tajamnya suara knalpot. Dia tak sadar dengan sebuah mobil yang berusaha sejajar dengan kecepatannya, sekalipun jalanan lurus dan sepi. Tentu saja sepi, siapa yang akan memasuki jalan yang dihiasi pemandangan pepohonan lebat, apalagi jalan ini buntu.

Seratus meter dari gerbang, Dian menjumpai dua tiang CCTV yang menyerupai lampu. Dari sini pemantau CCTV mengetahui adanya orang asing yang memasuki kawasan atau tidak. Kalau ada orang asing, maka itu perlu mereka periksa. Bukan sembarangan orang yang berani melintas jalanan berujung ini.

•••••

Dian masih khawatir, namun ia tutupi dengan berdiam diri di sofa tunggal yang berada di ruang tengah. Semua anggotanya terdiam, jangankan bercanda sekadar berbisik saja mereka tak berani. Zerro masih menghubungi Lita dan Lesha, karena mereka yang sulit untuk dihubungi.

"Nyalakan darurat utama!" Perintah Dian mutlak.

"Tapi ...."

Dor

Suara Zerro terpotong dengan tembakan di luar, membuatnya menatap sejenak anak buahnya. Mengerti dengan isyarat Zerro, anak buah itu menghubungi pemantau CCTV.

"Sudah nyalakan saja!!" Tegas Dian.

Anak buahnya membisikan sesuatu, 'Ada seorang penyusup.'

Merasa bukan ancaman besar, Zerro kembali menasehati Dian.

Dian Is Fuck Nerd GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang